top of page

A Barbaric Proposal Chapter 102

  • Gambar penulis: Crystal Zee
    Crystal Zee
  • 5 Okt
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 7 hari yang lalu

20 Pernyataan

[Liene] "Kenapa?"

Liene bertanya dengan wajah penuh antisipasi.

[Black] "Hanya kau yang membuatku berpikir untuk menggendong seseorang hanya karena kakinya terluka. Jadi, nikmati saja digendong olehku."

[Liene] "Aku tidak bisa membantahmu."

[Liene] "Aku tidak ingin Pangeran Dieren meremehkan diriku. Ini perjalanan untuk bernegosiasi."

[Black] "Baik kau digendong di depan atau di punggungku, tidak ada yang berani meremehkanmu. Dan apa yang akan kau lakukan dengan Dieren bukanlah negosiasi."

[Liene] "Jadi apa?"

[Black] "Hanya pemberitahuan. Dan sedikit belas kasihan. Jangan terlalu berlebihan. Aku tidak lupa kalau dia yang meracunimu."

Benar. Pihak yang salah adalah mereka.

Pangeran Dieren tidak bisa dengan sembarangan mengirim pasukan hanya karena aku menahannya di Nauk. Justru sebaliknya.

[Liene] "Orang macam apa Grand Duke Alito? Apakah dia tipe orang yang bisa menjadi gegabah karena urusan putranya?"

[Black] "Tidak. Dia lebih mirip pedagang ulung. Selama kepala putranya masih terpasang, dia bukan tipe yang akan melakukan tindakan mahal seperti perang yang tidak perlu."

Fakta yang melegakan.

[Liene] "Apa yang ingin kau lakukan pada Pangeran Dieren?"

[Black] "Aku ingin membaginya menjadi dua..."

Black menghentikan langkah dan perkataannya. Dia hampir saja mengeluarkan ucapan yang keluar begitu saja dari mulutnya:

Ingin membagi Dieren menjadi dua dan mengirim setiap bagiannya ke Alito dan Kerajaan Sharka.

[Liene] "Membagi dua?"

[Black] "Lupakan perkataanku barusan. Jika Putri Blini memikirkan situasi di negaranya, dia akan setuju untuk menukarnya dengan cincin."

[Liene] "Ah, ada cara seperti itu."

Begitu topik cincin muncul, Liene tiba-tiba memeluk erat leher Black.

[Liene] "Katakan sekali lagi. Katakan kau tidak pernah menyukainya."

Black menghentikan langkah dan membelai punggung Liene dengan lembut.

[Black] "Seperti yang kukatakan, aku sudah berusaha keras, tapi tidak berhasil."

[Liene] "Kenapa kau berusaha keras?"

[Black] "Karena kukira dia mirip denganku."

[Liene] "Kemiripan dalam hal apa?"

[Black] "Terlahir sebagai bangsawan, dan terdistorsi."

[Liene] "..............."

[Black] "Seperti yang kukatakan, saat itu nama Tiwakan baru saja dikenal. Karena itu, aku menimbang apa yang selanjutnya harus kulakukan. Apakah harus kembali ke Nauk dan merebut tempatku, atau hidup sebagai tentara bayaran seperti ini. Aku bertemu dirinya sekitar waktu itu."

[Liene] "Apakah dia mendengarkan masalahmu?"

[Black] "Aku tidak pernah menceritaknnya. Hanya saja, dia sendiri menyadari bahwa aku seorang bangsawan dan bukan mantan budak, seperti yang orang-orang tahu. Dia juga sedang berjuang dengan suksesi di Alito, jadi dia secara sepihak menganggap kami berada dalam situasi yang serupa."

[Liene] "Apakah situasi kalian yang serupa menjadi penghiburan bagimu?"

[Black] "Awalnya."

[Liene] "Lalu, akhirnya perasaanmu berubah?"

[Black] "Aku menyadari lebih cepat dari yang kuduga bahwa aku tidak bisa menyukai seseorang karena alasan itu. Putri Blini..."

Black terdiam sejenak, memilih kata-kata.

[Black] "...Dia tidak pernah terasa seperti rumah."

[Liene] "..............."

[Black] "Aku tidak pernah merasa dia adalah tempatku bisa kembali kapan saja. Bahkan sedetik pun."

Karena perkataan Black, semua kemarahan Liene lenyap. Liene tahu dia tidak bisa lagi marah.

Kau bilang kau ingin punya rumah sejak meninggalkan Nauk.

Liene tidak bisa merasa kesal dan marah hanya karena Black mencoba mencari rumah.

[Liene] "Aku sangat menyesali saat itu... dan aku sangat berterima kasih."

Karena kau tidak mencari rumah lain. Karena kau akhirnya kembali kepadaku.

Liene mengusap pipinya ke leher Black dan berbisik pelan.

[Liene] "Sudah cukup. Kau tidak perlu mencari sampai dua puluh pernyataan lagi."

[Black] "Bukankah kau terlalu cepat meredakan amarahmu?"

[Liene] "Lebih baik daripada terus-menerus marah, kan?"

[Black] "Kau boleh marah lebih lama. Aku agak senang kau marah karena diriku."

Lihatlah apa yang dikatakan pria ini.

[Liene] "Jadi, aku mencubit telingamu, kau bahkan tidak mengingat rasa sakitnya?"

[Black] "Sepertinya ada jenis rasa sakit yang berbeda."

Black kembali berjalan. Sekarang Liene pun tidak keras kepala meminta diturunkan dengan alasan tidak perlu.

[Liene] "Kau tidak bermaksud mengatakan kau suka disakiti, kan?"

[Black] "Tidak juga."

Black berhenti lagi dan menggigit ujung hidung Liene, seolah Liene terlalu sayang untuk dilepaskan.

Liene tertawa dan mengernyitkan hidungnya.

[Liene] "Ah, sakit."

[Black] "Sepertinya aku menyukai rasa sakit seperti ini."

[Liene] "Jika ada bekas gigitan di hidungku, apa yang harus kukatakan pada orang lain? Nauk bahkan tidak punya anjing yang suka menggigit hidung."

[Black] "Mereka akan menganggap bekas gigitan pada hidungmu sebuah perhiasan."

Pria ini bahkan bisa mengucapkan hal tidak masuk akal...

[Liene] "Perkataanmu terlalu berlebihan, bahkan untuk diriku. Orang lain akan menertawakanmu."

[Black] "Biarkan mereka tertawa. Tetap saja, aku yang memiliki putri yang hidungnya bisa kugigit.

Pria ini agak berlebihan....

Tetapi jika seseorang bertanya bagaimana perasaannya sekarang, Liene tidak akan pernah mengatakan dia tidak menyukainya.

Sambil bertukar ucapan seperti itu, mereka tiba di penjara bawah tanah tempat Dieren ditahan.

[Randall] "Lewat sini, Tuanku."

Randall dengan cepat memimpin jalan.

[Randall] "Pangeran Alito sudah sadar. Setelah kakinya terluka sedikit—bukan, bukan, dia hanya sedikit terluka—dia tampak kaget dan bingung, tapi sekarang sudah baik-baik saja. Dia juga sepertinya sudah mulai menyadari posisinya."

[Black] "Baguslah."

Meskipun Randall tidak mengatakan apa-apa, Liene merasa Randall berusaha keras untuk tidak melirik mereka.

Diriku yang digendong pasti terlihat terlalu berlebihan. Aku jadi sedikit malu...

[Liene] "Jalannya sempit di sini. Jika kau terus menggendongku, bukankah akan merepotkan orang lain?"

[Black] "Tidak mungkin. Apakah kau merasa repot, Randall?"

Randall terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba ditujukan padanya, sehingga kakinya tersandung dan hampir jatuh.

[Randall] "Re-repot! Apa maksud Anda, Tuan? Tidak mungkin!"

[Liene] ".........tapi wajahmu terlihat sangat tidak nyaman."

[Randall] "Jalannya terjal, jadi tentu saja Putri tidak boleh berjalan di jalan seperti ini! Itu sudah jelas! Saya juga tahu itu!"

Suara Randall jauh lebih keras dari biasanya. Suaranya yang bergema di ruang bawah tanah dengan jelas menyampaikan pesan:

Ini pertama kalinya aku melihat Tuanku melakukan hal seperti ini.

Liene menghela napas pelan dan menarik ujung pakaian Black tanpa terlihat orang lain.

[Liene] "Untung kau bisa mengerti... Aku benar-benar melukai kakiku."

[Randall] "Te-tentu saja!"

[Liene] "..............."

Liene memalingkan wajah tanpa berkata-kata. Di antara ketiganya, hanya Black yang terlihat tenang seolah tidak terjadi apa-apa.

Meskipun Randall terkejut, dia bukannya tidak peka. Pada akhirnya, semua orang akan terbiasa dengan pemandangan mereka seperti itu. Mereka tahu bahwa Liene akan selalu menjadi pengecualian bagi Tuannya. Jika Liene terluka, hal yang wajar untuk menggendongnya, bahkan saat akan menemui pangeran dari negara lain.

[Randall] "Sel ini."

Randall berhenti di depan sel yang dijaga oleh para tentara bayaran.

Tentara bayaran yang berjaga segera membuka pintu.

KREEEK!

[Black] "Hati-hati kepalamu. Langit-langitnya rendah."

Black dengan lembut melindungi kepala Liene dengan satu tangan sebelum melangkah masuk ke dalam sel.


A Barbaric Proposal Chapter 102: Black meyakinkan Liene bahwa ia tidak mencintai Putri Blini, hanya melihatnya sebagai seseorang yang "terdistorsi" seperti dirinya, dan Liene adalah yang pertama yang terasa seperti "rumah". Liene meminta Black berhenti mencari 20 pernyataan dan kembali tenang. Di penjara bawah tanah, Pangeran Dieren mengakui bahwa Putri Blini adalah dalang di balik penculikan karena cemburu dan ambisi politik. Baca light novel & web novel korea terjemahan indonesia.

Dieren, yang harus menyaksikan pemandangan Liene dan Black memasuki ruangan, meringis. Ekspresinya memang sudah buruk karena cedera pahanya yang dipotong, tetapi sekarang jauh lebih buruk.

[Dieren] "Sungguh pasangan yang bagaikan lukisan."

[Pelayan] "Tu-tuan..."

Pelayan memanggilnya, memperingatkannya untuk berhati-hati dengan ucapannya.

Namun, Dieren tidak sedang mencemooh Black. Dia sedang mencemooh dirinya sendiri dan saudarinya.

[Dieren] "Semua upaya sia-sia untuk memisahkan mereka... Ha, aku gila karena frustrasi."

Liene, yang memandangnya dengan getir, berkata kepada Black.

[Liene] "Turunkan aku sekarang. Aku tidak bisa menginterogasi sambil digendong."

[Black] "Tunggu sebentar."

Black berteriak ke luar penjara.

[Black] "Bawakan kursi."

[Tiwakan] "Baik, Tuanku."

Tak lama kemudian, sebuah kursi dibawa masuk. Black mendudukkan Liene di kursi itu.

[Liene] "Ada yang ingin kutanyakan."

[Dieren] "Seandainya saja saudariku melihat kondisiku sekarang."

Ucapan Dieren sama seperti menjawab pertanyaan yang belum Liene ajukan.

[Liene] "Pasti Putri Blini Vasheyd yang memerintahkan penculikanku untuk dibawa ke Kerajaan Sharka."

[Dieren] "Aku tidak bisa mengatakannya. Grand Duchy Alito juga punya harga diri."

Sejak awal, penculikan adalah tindakan yang konyol. Hasilnya hanyalah kegagalan.

Baiyar mencoba menjebak Liene dengan jaring berlapis-lapis, tetapi Liene entah bagaimana berhasil merobek jaring itu dan melarikan diri. Sungguh sangat disesalkan.

Mengapa orang yang tampak begitu baik dan jinak memiliki cakar tajam yang bisa merobek jaring?

[Liene] "Alasannya?"

[Dieren] "Aku bilang aku tidak bisa mengatakannya. Betapa konyolnya Grand Duchy kami jika aku mengatakan penculikanmu karena Putri Blini cemburu melihat Komandan Tiwakan sudah menikah. Benar?"

Liene berharap bukan itu alasannya. Dia melanjutkan dengan wajah muram.

[Liene] "Aku tidak mengerti. Bukankah Putri Blini tidak tahu Lord Tiwakan sudah menikah?"

[Dieren] "Apa masalahnya? Ada lebih banyak bangsawan di dunia ini yang pernikahannya tidak berarti apa-apa selain meneruskan garis darah."

[Liene] "Tapi dia seorang bangsawan. Dia tahu bahwa mencoba memenuhi keserakahannya dapat menyebabkan insiden yang tidak dapat ditarik kembali di antara kedua negara. Dia tidak hanya mengirim pembunuh, dia juga menggunakan komandan pengawal Nauk untuk mengkhianatiku. Ini bukan masalah yang bisa diselesaikan dengan permintaan maaf."

[Dieren] "Cih. Putri. Itu hanya pemikiranmu saja. Kau bangsawan naif yang masih percaya pada kehormatan dan tanggung jawab negara"

[Liene] "Bukankah dia juga seperti itu?"

[Dieren] "Tidak. Saudariku tidak peduli dengan risiko politik besar selama ambisinya tercapai. Dia pasti sudah menyiapkan jalan keluar. Baiyar tidak akan pernah mengatakan dia diperintah oleh saudarariku bahkan jika diancam hukuman mati, dan aku juga tidak. Selain kami, orang-orang yang digunakan oleh saudariku adalah orang-orang Nauk. Jadi terserah padamu ingin membunuh atau membiarkan mereka hidup."

[Liene] "Tidak. Tidak sepenuhnya benar. Bahkan jika dia berhasil lolos dari tindakannya, kau masih ada di sini. Apakah dia tidak peduli dengan kesulitan apa pun yang kau hadapi? Pada akhirnya, perbuatannya akan menjadi masalah bagi Alito, bukan?"

[Dieren] "Dia pasti mengira aku akan baik-baik saja. Dia berpikir Komandan Tiwakan tidak akan membunuhku—Sial."

Dieren gemetar hebat. Ingatan akan kapak yang menghantam tubuhnya muncul kembali.

Dia percaya Black tidak akan membunuhnya, tetapi pikirannya salah. Dia tidak tahu berapa banyak bagian tubuhnya yang akan dipotong jika Liene tidak muncul saat itu.

Apakah saudariku tidak tahu? ...Mungkin dia tahu. Tapi dia tidak peduli.

Jika Dieren mati, orang yang akan mewarisi Alito secara alami adalah saudarinya. Dia pasti sudah memperhitungkan bahwa jika posisinya di Kerajaan Sharka terancam karena masalah ini, dia bisa kembali ke Alito dan menjadi Grand Duchess.

[Dieren] "Sial, sial, sial."

Dieren memejamkan mata dan terus mengucapkan sumpah serapah.

[Pelayan] "Tu-tuan..."

Pelayannya berusaha menghentikan Dieren sambil melirik Liene.

Dieren terus gemetar, wajahnya pucat pasi dan berkeringat dingin.

[Liene] "Tulis surat untuk Putri Blini."

Sambil mengatakannya, Liene menggenggam tangan Black. Black mengangguk, setuju.

[Liene] "Sampaikan bahwa aku akan menjamin nyawa Pangeran Dieren jika dia mengembalikan cincin itu."

[Dieren] "Ci-cincin?"

Dieren tersentak sadar dan bertanya balik.

[Liene] "Dia akan tahu jika kau menyebutkan cincin. Dan sampaikan juga bahwa aku tahu satu rahasianya. Jika cincin itu tiba dengan selamat, rahasianya akan hilang diam-diam, tetapi jika tidak, rahasianya akan terungkap di depan semua orang."

Setelah menyelesaikan perkataannya, Liene berdiri dari kursi.

Saat dia hendak berdiri, Black dengan cepat mengangkat dan menggendong dirinya.

Sekarang, rasa malu tidak lagi muncul. Liene memasang ekspresi tenang, seolah sudah menjadi aturan bahwa dia harus digendong saat pergi ke penjara. Padahal sebenarnya Liene hanya merasa lelah.

[Black] "Aku menantikan seberapa bagus pendidikan menulis di Alito."

Dengan perkataan itu, percakapan mereka berakhir.

Saat keluar dari penjara bawah tanah, seolah sudah diatur, tiba kabar bahwa kelompok Weroz telah ditemukan.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
bottom of page