A Barbaric Proposal Chapter 97
- Crystal Zee

- 12 Sep
- 7 menit membaca
Diperbarui: 7 hari yang lalu
Labirin
[Liene] "......Ugh!"
Liene mengeluarkan jeritan teredam dan dengan cepat menyentakkan kepalanya ke belakang. Gerakannya menyiratkan bahwa ia lebih memilih serangga yang menyentuh dirinya.
[Laffit] "Kau menolakku sekarang? Bahkan setelah semua yang kukatakan padamu?"
[Liene] "Eugh! Mmuh!"
[Laffit] "Beraninya kau menolakku! Beraninya!"
Laffit mencengkeram ujung gaunnya dan dengan kasar menarik tubuh Liene yang jatuh mendekat.
[Laffit] "Beraninya!"
[Weroz] "Hentikan! Apa Anda benar-benar berpikir untuk menyakiti Putri?"
Weroz menyela pada saat yang tepat dan mendorong Laffit menjauh.
[Weroz] "Anda tampak gelisah. Pergilah ke sana dan dinginkan kepala Anda. Saya akan berbicara dengan Putri."
[Laffit] "......"
Laffit menggertakkan giginya dan menatap Weroz, lalu tiba-tiba memalingkan kepala saat menyadari dirinya tidak bisa membantah perkataan kesatria itu.
Weroz dengan hati-hati membantu Liene duduk di tanah. Meskipun Liene juga tidak bisa mempercayainya, ia tahu setidaknya Weroz tidak berniat menyakitinya.
[Weroz] "Yang Mulia. Saya tahu Anda sangat bingung. Namun, ada alasan mengapa saya harus melakukan ini."
...Alasan, alasan macam apa? Kau, Komandan Pengawal Nauk, menculikku. Pembelaan apa yang tersisa?
[Weroz] "Anda harus tahu bahwa Andalah satu-satunya yang kepadanya saya mengikrarkan kesetiaan."
Jika perkataanmu benar, mengapa kau melakukan menculikku?
[Weroz] "Saya yakin tidak ada penguasa seperti Anda di mana pun. Apa yang saya rasakan saat melayani Anda dari dekat adalah bahwa tidak ada orang yang akan lebih peduli pada Nauk selain Anda. Tolong pahami bahwa semua tindakan saya berasal dari kesetiaan murni."
Tidak. Apa yang kau lakukan bukanlah kesetiaan. Bagaimana mungkin kau, seseorang yang paling dekat denganku, tidak melihat fakta itu?
[Weroz] "Mereka yang menyandang darah Gainers seharusnya tidak menjadi raja."
Omong kosong macam apa itu? Kau sudah tertipu, Tuan. Perkataan itu hanyalah karangan yang disebarkan oleh Kleinfelter.
[Weroz] "Keluarga Gainers dikutuk oleh Dewa. Setiap raja terdahulu juga sama. Mereka menjadi gila dan meninggal pada usia muda."
Apa... yang kau katakan?
[Weroz] "Tujuh Keluarga menghunus pedang karena mereka tidak tahan lagi. Bagaimana mungkin tindakan mereka disebut pengkhianatan?"
Apa maksudnya... Apakah berarti Lord Tiwakan juga akan menjadi gila?
...Tidak, tidak mungkin. Gila. Itu konyol. Aku belum pernah melihat orang yang setenang dan se-rasional dirinya.
[Weroz] "Hari ketika saya menghilang, setelah mendengar dari Tuan Kleinfelter bahwa niat pria Tiwakan adalah balas dendam, saya meninggalkan Nauk dan pergi jauh-jauh ke Kerajaan Sharka untuk memastikannya. Banyak hal terjadi di sana, tetapi... berkat perjalanan itu, saya mengetahui bahwa dia adalah darah terakhir dari keluarga kerajaan Gainers."
Laffit telah melemparkan umpan yang diberikan kepadanya oleh Putri Blini Vasheyd, dan Weroz mengambil umpan tersebut.
Dua puluh tahun lalu, Weroz, yang saat itu adalah seorang kesatria magang, berada dalam bimbingan seorang kesatria tua dari keluarga Rosadel. Suatu hari, ia tidak sengaja mendengar gumaman mabuk kesatria tua.
"—Meskipun begitu, aku tidak bisa membunuh anak kecil itu."
Kesatria tua adalah orang yang mengejar Kesatria Henton tanpa memahami alasannya pada saat itu. Apa yang ia dengar adalah Raja Pembrovin meninggal di tempat berburu, dan salah satu kesatria Pengawal Kerajaan Gainers mencuri permata Raja dan melarikan diri. Ia dengan semangat mengejar pencuri permata karena kasihan pada Raja yang meninggal.
Pencuri permata ditangkap oleh tentara pribadi Kleinfelter lalu dipenggal.
Kesatria Rosadel, yang tiba terlambat, menemukan seorang anak yang berdarah dan tergeletak di samping mayat yang dipenggal. Anak itu belum mati. Meskipun orang lain tidak melihatnya, kesatria tua memperhatikan bulu mata si anak kecil bergetar. Ketika disuruh untuk membuang tubuh anak kecil itu ke semak-semak, kesatria tua menawarkan diri untuk memindahkannya sendiri.
"—Tapi dia pasti sudah mati. Dia ditikam dan ditinggalkan. Bagaimana anak sekecil itu bisa selamat sendirian?"
Ketika Weroz mendengar kata "balas dendam," anak yang bersama kesatria Pengawal Kerajaan yang dulu melarikan diri, terlintas di benaknya.
Bagaimana jika yang dibawa kabur oleh ksatria Pengawal Kerajaan bukanlah permata, melainkan Pangeran? Bagaimana jika darah Gainers telah bertahan hidup seperti iblis, menghitung hari untuk kembali ke tanah ini?
Jika kejadiannya seperti itu, maka peristiwa yang terjadi masuk akal. Lamaran gila dan mengancam untuk membunuh semua orang jika jawabannya tidak sesuai keinginannya, saat mengepung kastil.
[Weroz] "Yang Mulia. Pria Tiwakan itu akan segera menjadi gila. Tidak ada yang tahu berapa banyak orang yang akan ia bunuh."
Weroz berlutut dan menundukkan kepalanya.
[Weroz] "Tolong, Yang Mulia... Oh, saya dengar Anda sudah menikah. Tetapi pertimbangkan kembali. Anda, yang lebih peduli pada Nauk daripada siapa pun, tidak seharusnya menjadikan pria seperti Tiwakan sebagai rekan penguasa (co-ruler)."
[Liene] "......."
Liene berkedip beberapa kali. Untuk menjernihkan pikirannya.
Kutukan Gainers... mungkinkah penyakit turun-temurun? Aku belum melihatnya di Catatan Kerajaan.
Namun, raja-raja Gainers banyak yang memiliki masa pemerintahan yang singkat dan meninggal muda. Liene tahu pasti fakta itu.
Ya... bisa jadi. Dia bilang dia sakit-sakitan saat kecil... jadi mungkin ada penyakit turun-temurun.
Pikiran itu mengoyak hatinya.
...Tapi lalu, kenapa? Apa yang harus kulakukan dengan kenyataan itu?
Apakah karena dia akan mati muda seperti leluhurnya, maka mereka harus membunuhnya terlebih dahulu? Omong kosong macam apa itu?
Jika penyakit benar-benar akan menimpa Black—hal yang bahkan tidak ingin ia pikirkan—waktu yang terpisah darinya saat ini akan terasa sangat berharga. Liene ingin menghabiskan setiap momen untuk membuatnya bahagia.
Ia tidak tahu apa artinya "mati gila." Tetapi jelas bahwa Tujuh Keluarga tidak membunuh Raja Pembrovin demi Nauk. Jika alasannya benar-benar demi Nauk, mereka tidak akan mendatangi anak yang sakit lalu menyuruhnya mencuri kunci.
Itu lah niat mereka yang sebenarnya. Mereka hanya ingin mencuri Kekuatan Dewa yang dimiliki oleh keluarga kerajaan Gainers. Sisanya hanyalah alasan. Aku tidak akan tertipu.
[Liene] "......"
Liene menarik napas dan perlahan menganggukkan kepala, seolah ia tidak bisa berbuat apa-apa, seolah ia telah membuat keputusan besar yang tak terhindarkan.
[Weroz] "Saya tahu Anda akan mengerti. Anda adalah Putri yang bijaksana."
Weroz menghela napas lega.
[Weroz] "Pertama, kami akan mengawal Anda ke Kerajaan Sharka. Sesuai kesepakatan. Anda akan tinggal di sana dengan aman. Tuan Kleinfelter akan mengumpulkan bangsawan Nauk dan mengusir Tiwakan dari tanah ini. Kerajaan Sharka telah menjanjikan pasukan dukungan. Ketika Tiwakan dikalahkan—atau bahkan jika mereka tidak dapat dikalahkan—kita dapat bernegosiasi. Pada saat negosiasi itu, pernikahan Anda akan dibatalkan. Karena dia menyembunyikan identitasnya sebagai keturunan Gainers."
[Liene] "......"
Liene menganggukkan kepalanya sekali lagi.
[Weroz] "Pasukan dukungan Kerajaan Sharka akan tiba besok. Habiskan malam ini bersembunyi di sini dan pergilah ke Kerajaan Sharka besok. Saya akan mengawal Anda."
[Weroz] "......"
Weroz mengangguk dengan antusias, meniru Liene.
[Weroz] "Jangan takut, Yang Mulia. Meskipun nama mereka Tiwakan, mereka hanyalah kelompok tentara bayaran. Mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan sebuah kerajaan. Nauk akan segera kembali dengan aman ke dalam pelukan Para Dewa."
[Liene] "......"
Ketika Liene mengangguk pelan, Weroz benar-benar santai.
Liene sengaja memutar tubuhnya untuk menunjukkan tangan yang terikat. Permintaan agar Weroz melepaskannya sekarang.
[Weroz] "Baik, Yang Mulia."
Jika Weroz menyaksikan pernikahannya, ia tidak akan bertindak seperti ini.
Baginya, waktu masih seperti satu bulan yang lalu. Saat Liene terpaksa menerima lamaran dan menanggung hidup bersama si barbar. Oleh karena itu, Weroz sangat yakin ia melakukan hal yang benar untuk Liene dan Nauk.
Weroz melonggarkan tali yang mengikat tubuh Liene. Liene mencoba menarik kain yang menutupi mulutnya. Namun, tangannya terus meleset, jadi Weroz membantu menariknya ke bawah.
[Liene] "Aku... ingin istirahat. Aku sangat kelelahan..."
[Weroz] "Ya, Yang Mulia. Silakan istirahat."
Liene pura-pura bersandar padanya, memperpendek jarak dengan Weroz, dan berbisik pelan.
[Liene] "Tolong jauhkan Kleinfelter dariku. Aku takut dengan apa yang mungkin dia lakukan."
[Weroz] "Ah... Oh, tetapi Tuan Kleinfelter adalah mantan kekasih Putri..."
[Liene] "Apa pun alasannya, saya pikir dia tidak bisa menerima diriku menikah dengan pria lain. Kau sudah melihat perbuatannya barusan."
[Weroz] "...Kalau begitu saya akan melakukannya."
Weroz mengangguk setelah beberapa saat.
Bahkan di mata Weroz, Laffit tampak tidak stabil.
Weroz mendekati Laffit dan mengatakan sesuatu. Laffit menoleh dan melotot ke arahnya. Liene pura-pura takut dan mengalihkan pandangannya. Melihat reaksi Liene, Weroz meraih lengan Laffit dan membawanya pergi.
...Pasti ada jalur di bagian dalam lorong.
Liene memperhatikan punggung kedua pria yang menjauh dan perlahan menggerakkan tubuhnya mundur, sedikit demi sedikit.
Sembilan Air Terjun, seperti namanya, terbagi menjadi sembilan jalur jika dilihat dari luar. Liene tidak tahu di mana tepatnya ia berada saat ini, tetapi ia ingat labirin yang diceritakan Klima.
Mengingat ukurannya yang luas, area di dalamnya tidak mungkin sepenuhnya tertutup. Area ini terlihat tertutup sekarang karena terlalu gelap, tetapi ia yakin ada celah.
Mereka bilang tentara Kerajaan Sharka tiba besok. Aku harus memperingatkan Lord Tiwakan sebelum pasukan mereka datang.
Kedatangan mereka adalah invasi.
Ia tidak tahu apakah Weroz atau Kleinfelter benar-benar percaya pengiriman pasukan adalah cara untuk mengusir Tiwakan, tetapi Liene tahu cara mereka tidak akan berhasil.
Kerajaan Sharka tidak akan mengirim pasukan tanpa motif tersembunyi. Jika niat mereka murni untuk membantu Nauk, mereka pasti sudah mengirim pasukan dukungan saat pertama kali diminta.
Yang mengirim pasukan pasti Putri Blini.
Niat untuk mengirim pasukan segera setelah Pangeran Vasheyd, yang awalnya menolak dukungan, meninggal, terasa mencurigakan. Aku harus segera kembali ke istana. Aku harus menemuinya.
Mungkinkah ada sesuatu yang juga terjadi di kuil? Apakah itu sebabnya dia belum kembali?
Kepalanya terasa seperti akan meledak karena semua hal yang harus ia pikirkan.
[Liene] "......!"
Terus melangkah mundur, Liene merasakan hembusan udara dingin yang samar.
Ternyata ada celah. Tanpa ragu, Liene mendorong tubuhnya ke dalam celah sempit yang mengarah ke tujuan yang tidak diketahui. Ia merasa tercekik. Batu dan kotoran tanpa ampun menggores kulitnya.
Tapi ia merasa aman. Weroz atau Laffit tidak akan bisa melewati celah sempit ini.
[Weroz] "Putri...? Putri!"
Ia mendengar Weroz berteriak, setelah terlambat menyadari ketidakhadirannya.
Srreek
Weroz, yang bergegas mendekat dengan panik, meraih ujung roknya yang belum sempat ia selipkan. Gaunnya robek memanjang, tetapi Liene berhasil melewati celah itu.
[Weroz] "Putri!"
Liene mulai berlari dalam kegelapan. Tubuhnya, yang belum sepenuhnya pulih dari racun, terasa berat, dan segala sesuatu di depan matanya gelap gulita. Namun, ia harus berlari.
[Liene] "Hufft... Jalannya... Kurasa aku datang ke jalan yang benar... tapi aku tidak tahu persis... Hah, hufft."
Ia belum terbiasa dengan kegelapan yang ada. Keadaan masih terlalu gelap gulita. Ia bahkan tidak bisa menebak arahnya, apalagi melihat apa yang ada tepat di depannya.
Jalur yang diceritakan Klima tidak dapat ditemukan.
Sebagai gantinya, Liene mengingat sensasi di bawah kakinya.
[Liene] "Dulu, jelas..."
Telapak kakinya terasa sakit. Sesuatu yang tajam terus menusuk kakinya, dan ia kehilangan arah saat mencoba menghindari benda tajam itu.
Dengan kata lain, jika ia menemukan tanah dengan benda-benda tajam, ia mungkin bisa menemukan jalur yang benar.
Liene membungkuk dan menggerakkan tangannya, meraba tanah hitam. Saat ini, tanah itu lembap, dengan hanya beberapa batu menonjol.
[Liene] "Berjalan seperti ini membuatku lambat."
Liene melempar sepatunya. Ia mulai berjalan lagi tanpa alas kaki. Memfokuskan indranya pada telapak kaki, ia berjalan untuk waktu yang lama. Tepat ketika ia merasa sangat kelelahan, kakinya menginjak sesuatu.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar