A Barbaric Proposal Chapter 119
- Crystal Zee

- 4 hari yang lalu
- 7 menit membaca
Pemilik Cincin (1)
Para pelayan menangis sepanjang malam tanpa tidur. Jika Blini tidak marah karena mereka berisik, mereka pasti masih menangis sampai sekarang.
Blini yang tertangkap sebelum sempat naik perahu di saluran air, diseret kembali ke istana Pangeran. Komandan Garda dengan cepat menyerah, tetapi Raja yang murka tidak dapat menahan diri. Komandan Garda dipenggal di depan mata Raja tadi malam.
Entah bagaimana Raja juga tahu, Sekretaris pun dipenggal. Suara tawa Ratu Dileras terdengar sampai ke istana Pangeran.
Salah satu pelayan tersadar dan angkat bicara, meskipun setengah ucapannya adalah isak tangis.
[Pelayan] "Putri Blini... Anda harus makan sekarang, tapi... Hiks!"
Sejak kejadian semalam, Blini dikurung di kamar dan belum minum setetes pun air, tetapi ia tetap tidak merasa lapar.
[Blini] "Tenanglah. Tidak akan ada makanan."
[Pelayan] "Apa, Putri? Tidak ada makanan?"
[Blini] "Kau pikir mereka akan menyajikan makanan tepat waktu setelah aku tertangkap saat melarikan diri? Aku sedang jengkel. Tutup mulutmu."
[Pelayan] "A-apa yang Anda katakan? Lalu bagaimana dengan kami...?"
Pelayan bertanya dengan bibir gemetar dan wajah pucat pasi.
[Blini] "Aku juga tidak tahu."
Blini memutar rahangnya. Ia mendengar para Garda berbicara saat Komandan Garda dipenggal. Ia mendengar bahwa Black, yang masuk secara paksa ke gerbang istana utama, mengancam akan membawa paksa Blini karena pembunuhan.
Ia berpikir, apakah sekarang Black baru ingin menghadapinya?
Tetapi mendengar bahwa Black telah membunuh tiga belas Pengawal Kerajaan, perasaannya menjadi tidak enak. Ia juga mendengar Black mengatakan akan membawa pasukan dari perbatasan jika Putri Nauk mati.
...Apakah dia bersungguh-sungguh? Jangan-jangan....
Blini mengusap cincin yang melingkar di ibu jarinya. Apakah Black sebegitu mencintai Putri Nauk sampai rela untuk berperang?
[Blini] "Tidak mungkin."
Blini paham Black ingin merebut Nauk. Ia tak tahu mengapa Black menunda padahal bisa merebutnya lebih cepat, tetapi ia yakin Black pergi ke Nauk karena tujuan itu.
Ia juga mengerti kenapa Black menikah. Ia sendiri akan melakukan hal yang sama. Itu cara termudah dan termurah. Ia juga tahu Black tidak memiliki keterikatan apa pun pada hubungannya dengan Putri Nauk.
Black bukanlah pria yang akan memberikan hatinya kepada seorang wanita. Ia seorang penakluk kejam dan tidak menaruh kasih sayang pada sesuatu yang ia taklukkan. Ia memang terlahir seperti itu.
Jadi, Black seharusnya bersikap sama terhadap Putri Nauk seperti yang Black lakukan padanya. Ia seharusnya mengambil apa yang ia dapatkan dan pergi tanpa penyesalan.
Tetapi, mungkinkah tidak? Mungkinkah Putri Nauk berbeda?
[Blini] "...... Mengapa?"
Blini memasukkan ibu jarinya ke mulut dan menggigit cincin keras-keras. Cincin emas itu penuh dengan bekas gigitan.
Para pelayan mengamati ekspresi Blini dengan ketakutan, tetapi Blini tidak melihat mereka.
[Blini] "Mengapa?"
Saat ia menggertakkan gigi hingga rahangnya sakit, Gedebuk! Gedebuk!
Pintu dipukul dengan kasar dari luar.
[Garda] "Baginda Raja telah tiba! Buka pintunya!"
...Akhirnya datang. Momen terakhir ketika Blini bisa tawar-menawar untuk menyelamatkan nyawanya.
[Raja] "Bagaimana kau bisa melakukannya! Bagaimana! Beraninya kau padaku!"
Bau darah tercium dari Raja. Bau darah Komandan Garda dan Sekretaris. Entah berapa banyak lagi yang telah ia bunuh.
[Blini] "......"
Blini tidak menjawab, hanya bersandar di sofa sambil menopang dagu.
[Raja] "Jawab!"
Raja mencengkeram dagunya, memaksa mereka saling bertatapan.
[Blini] "...Apakah amarahmu masih belum reda setelah membunuh begitu banyak orang?"
[Raja] "Jawab! Jawab!"
Para pelayan membeku, wajah mereka pucat pasi, dan tidak berani bernapas. Mereka hanya berlutut dan menempelkan dahi ke lantai.
[Blini] "Jawaban apa yang Anda inginkan?"
[Raja] "Jawaban apa kau katakan! Jelas sekali!"
[Blini] "Tidak, tidak jelas."
Blini dengan ringan menyentuh punggung tangan Raja yang mencengkeram dagunya dengan kasar.
[Blini] "Saya sama sekali tidak mengerti apa yang Anda katakan. Apa yang sudah saya lakukan?"
[Raja] "...... Apa... yang kau katakan? Apa yang sudah kau lakukan? Kau bertanya seolah tidak tahu?"
[Blini] "Bagaimana saya bisa tahu jika Anda tidak mengatakannya? Sebenarnya apa yang Anda tanyakan?"
Raja menggertakkan gigi lalu meludahkan kata-kata.
[Raja] "Anak yang kau kandung. Dan kematian Vasheyd."
[Blini] "Apakah kematian Vasheyd menjadi masalah sekarang? Bukankah Yang Mulia senang dia mati?"
[Raja] "Apa? Kapan aku..."
[Blini] "Anda tidak meneteskan air mata sedikit pun. Pemakaman diselesaikan dengan singkat. Tidak ada dukacita atau pun peringatan setelah pemakaman. Apakah baru sekarang Anda meratapi kematiannya?"
[Raja] "...Kalau begitu, apakah perkataanmu berarti kau benar-benar terlibat dalam kematian Vasheyd?"
[Blini] "Itu hanya ucapan orang lain dan mereka ingin mendapatkan keuntungan melalui Anda. Siapa yang mengatakannya?"
Karena Raja sudah mulai goyah, Blini merasa di atas angin.
[Blini] "Apakah Ratu? Wajar jika Ratu melakukannya. Ia membenciku. Ia pasti ingin menyalahkan seseorang atas kematian putranya."
Raja tidak bisa menyangkal fakta bahwa Dileras membawa Kleinfelter ke hadapannya.
[Blini] "Anda tidak bisa memenuhi semua rengekan Ratu. Jika ia menghancurkan rumah tangganya hanya karena berpegangan pada anak yang sudah mati, itu tidak bisa lagi disebut rengekan, iya kan?"
[Raja] "Lalu mengapa... kau melarikan diri?"
[Blini] "Karena Sekretaris menyuruh saya lari. Saya pikir Ratu Dileras mengirim pasukan. Saat itu Istana utama berada dalam kekacauan, kan?"
[Raja] "......"
Raja mengerutkan kening. Jumlah ucapan Raja yang berkurang adalah pertanda baik. Cengkeraman di dagunya juga berangsur-angsur melonggar.
[Blini] "Syukurlah Anda datang."
Blini mulai membelai pergelangan tangan Raja yang melonggar. Raja menatap tangan Blini dengan mata dingin.
[Blini] "Saya lelah. Saya ingin istirahat sekarang."
[Raja] "...... Anak itu."
Namun, Raja tidak mudah melepaskan kecurigaannya.
[Raja] "Apakah anak yang kau kandung benar-benar keturunan kerajaan?"
[Blini] "Yang Mulia..."
Blini mengubah ekspresi lembutnya menjadi dingin.
[Blini] "Jangan tanyakan itu. Meskipun Anda Raja, ada hal yang tidak boleh ditanyakan."
[Raja] "Jawab. Apakah dia keturunan kerajaan?"
Blini pun tidak tahu jawabannya.
[Blini] "Tentu saja anakku keturunan kerajaan."
Yang Blini tahu adalah, tidak peduli benih siapa pun anaknya, bayi yang ia lahirkan akan menjalani kehidupan bangsawan.
[Blini] "Sudah hentikan. Kecuali Anda yang ingin melihat kepala saya di tiang gantungan. Jika saya terseret mengikuti kemauan Ratu Dileras, itulah akhirnya. Apakah Anda benar-benar ingin saya menghilang?"
[Raja] "......"
Mata Raja berayun seperti jarum timbangan.
Ia tidak ingin Blini menghilang. Ia ingin tubuh yang muda dan segar itu tetap berada dalam jangkauannya setiap hari. Ia menginginkan keturunan kerajaan yang akan dilahirkan oleh tubuh Blini.
Namun, untuk memiliki apa yang ia inginkan, diperlukan harga yang harus dibayar. Komandan Tiwakan juga menginginkan Blini.
[Raja] "Satu hal lagi."
[Blini] "Apa lagi?"
[Raja] "Mengapa kau melukai Putri Nauk?"
[Blini] "......"
[Raja] "Komandan Tiwakan membawa bukti berupa hadiah. Jika bukan itu alasannya, pasti ada alasan lain."
Blini tanpa sadar mengerahkan kekuatan pada otot wajahnya yang hampir berkerut.
[Blini] "Bagaimana jika... bukan saya yang melakukannya?"
[Raja] "Benarkah? Meskipun si pembunuh menunjukkan hadiah darimu?"
[Blini] "Pasti ada yang mencurinya dan berusaha menjebak saya. Apa alasan saya harus membunuh Putri Nauk?"
Perkataan itu adalah kesalahan Blini. Ia seharusnya berbohong dengan lebih halus.
[Raja] "...... Kalau begitu, mengapa kau mengirim lima puluh pasukan Vasheyd?"
[Blini] "......"
Blini terkejut mendengarnya. Raja adalah orang yang menutup mata atas kematian lima puluh (tepatnya 49) pasukan Vasheyd yang dikirim Blini ke Nauk.
[Raja] "Jika kau tidak punya alasan untuk menyerang Nauk..."
[Blini] "Itu..."
[Raja] "Apa alasannya?"
Kematian 50 (tepatnya 49) pasukan Vasheyd membuat Raja tidak dapat menyangkal perkataan Black bahwa Blini mengirim pembunuh. Hanya saja Raja yakin ada alasan lain, selain alasan untuk membungkam mulut siapa ayah dari anak yang dikandungnya, seperti yang diklaim Komandan Tiwakan.
Blini tidak mungkin mengirim pasukan dan pembunuh tanpa alasan. Blini pasti memiliki alasan untuk ingin menyingkirkan Putri Nauk.
[Raja] "Apakah alasan itu cukup bagiku untuk berperang dengan Tiwakan?"
[Blini] "......"
Blini bungkam, tetapi ia sangat putus asa. Ia mati-matian mencari jawaban. Namun, tidak ada yang muncul di benaknya. Hanya satu alasan yang sangat jelas kenapa ia ingin membunuh Liene.
[Blini] "Bukan saya yang mengirim pembunuh."
[Raja] "Tapi, bukankah kau yang mengirim pasukan?"
[Blini] "......"
Blini kehabisan kata-kata. Ini pertama kalinya Raja melihat Blini seperti ini.
[Raja] "Apakah alasannya tidak bisa kau katakan kepadaku?"
[Blini] "......"
Blini mencoba berpura-pura, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan getaran di alisnya.
[Raja] "Kalau begitu, perkataan Komandan Tiwakan benar."
[Blini] "Tidak. Itu tidak..."
[Raja] "Jika tidak..."
Saat kesulitan, kebiasaan Blini muncul. Tangan Blini yang tanpa sadar hendak menggigit cincin, bertabrakan dengan tangan Raja.
[Raja] "...... Cincin ini. Aku selalu berpikir tidak cocok di tanganmu."
Raja melihat cincin itu. Cincin yang terlalu longgar dan besar untuk Putri Blini yang cantik, yang jarang sekali dilepas.
[Raja] "Apakah cincin ini memilik orang lain?"
[Blini] "Mengapa Anda menanyakannya tiba-tiba?"
[Raja] "Karena kau tidak menjawab."
[Blini] "......"
Blini kembali terdiam.
[Raja] "Berikan cincin ini padaku."
Raja memegang tangan Blini dan mencoba melepaskan cincin dari ibu jarinya.
[Blini] "Jangan!"
Blini mengepalkan tangannya.
Sikapnya juga sangat aneh. Blini yang terikat pada benda seperti cincin—terasa sangat aneh. Biasanya, reaksi Blini selalu datar, tidak peduli perhiasan apa pun yang diberikan padanya.
[Raja] "Berikan."
[Blini] "Mengapa Anda bertingkah seperti anak kecil. Apa yang akan Anda lakukan dengan cincin ini?"
[Raja] "Aku akan mencari tahu siapa pemiliknya. Bisa saja Komandan Tiwakan mungkin tahu. Bukankah kau pernah memiliki hubungan dengannya di Alito?"
Raut wajah Blini berubah.
[Blini] "Jangan. Jangan bertindak tidak pantas. Mengapa penting siapa pemilik cincin ini?"
Alasannya sedang diungkapkan oleh Blini sendiri, melalui perubahan raut wajah dan tatapan matanya yang tidak stabil.
[Raja] "Berikan. Atau aku juga tidak bisa melindungimu."
[Blini] "Jika Anda tidak melindungi saya? Apa yang akan Anda lakukan? Anda akan menyerahkan saya kepada Komandan Tiwakan sesuai perintahnya?"
[Raja] "Begitulah. Jadi berikan cincin itu."
[Blini] "Tidak mau. Kalau begitu lakukan saja. Bawa saya kepada pria itu."
[Raja] "Apa katamu? Apakah cincin ini begitu berharga?"
Raja tidak tahu bahwa cincin adalah jaminan Blini sekarang, saat segalanya berjalan tidak sesuai rencana.
[Raja] "Jika kau berkata begitu, aku harus mencari tahu."
Raja mencoba meluruskan paksa jari-jari Blini yang terkepal untuk melepaskan cincin. Blini, yang tidak bisa menahan kekuatannya, tiba-tiba menampar pipi Raja.
Plak!
Awalnya, keheningan melanda. Tidak ada yang percaya apa yang baru saja terjadi, dan para pelayan hanya membuka mulut. Begitu juga Raja.
[Raja] "...... Beraninya!"
Saat Raja hendak meluapkan amarahnya, Blini dengan cepat memeluk Raja dan berbisik di telinganya.
[Blini] "Biarkan cincinnya. Ini tidak berarti apa-apa. Sebaliknya, lakukan hal lain. Apa pun yang Anda inginkan."
[Raja] "Cincin ini... tidak berarti apa-apa?"
Blini tidak pernah sekali pun seputus asa ini. Raja dengan cepat mendorong Blini menjauh.
[Raja] "Kau berkata tidak berarti apa-apa, tapi kau bertingkah seperti ini kepadaku. Aku tidak bisa memercayainya."
Raja berkata dengan suara sedingin badai salju, sambil melihat Blini terhuyung.
[Raja] "Masuklah."
Itu perintah kepada Garda Kerajaan.
Ceklek, pintu terbuka dan Garda Kerajaan masuk.
[Garda] "Ya, Yang Mulia."
[Raja] "Ambil cincin itu dari Putri Blini."
[Garda] "Siap, laksanakan."
Garda Kerajaan, yang menyaksikan kematian Komandan Garda tadi malam, dipenuhi dengan kebencian yang tidak jelas.
Drap-drap-drap!
Blini menatap Garda yang mendekatinya, lalu memasukkan jari ke dalam mulutnya. Semua orang melihat lehernya bergerak menelan cincin.
[Raja] "Apa yang kau lakukan! Jangan biarkan ia menelannya!"
Raja berteriak, tetapi sudah terlambat. Blini sudah menelan cincin itu.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar