A Barbaric Proposal Chapter 117
- Crystal Zee

- 4 hari yang lalu
- 7 menit membaca
Tak Termaafkan
[Pembunuh] "Sialan."
Pembunuh melontarkan umpatan dan membalikkan tubuhnya.
Tap-tap-tak!
Pembunuh mulai melarikan diri dengan kecepatan tinggi.
[Prajurit] "Ada penyusup!"
Teriakan keras terdengar dari belakangnya. Pembunuh menyadari bahwa misinya berisiko gagal, ia berlari sambil mengangkat busur panahnya. Sudah jelas bahwa jika bukan sekarang, ia tidak akan punya kesempatan lagi. Mata si pembunuh bersinar dalam kegelapan, mencari sasarannya.
[Pembunuh] "Tadi dia ada... ke mana perginya?"
Sasaran yang tadinya berjalan di pantai kini tidak terlihat. Pembunuh dengan cepat menyapu pandangannya ke sekeliling, tetapi, seperti sebuah kebohongan, seseorang muncul dari belakangnya.
[Black] "Di sini."
[Pembunuh] "Apa...?"
Kesalahan si pembunuh adalah ia secara refleks membalikkan kepala.
Bruk!
Pembunuh itu ditonjok wajahnya dengan siku keras seperti batu dan langsung tersungkur.
[Black] "Karena tidak ada senjata."
Perrrk!
Kemudian, rasa sakit yang mengerikan menghantam punggungnya. Panah yang baru saja ia pasang di busur kini ditusukkan ke tubuhnya dengan tangan kosong oleh seseorang.
[Pembunuh] "Aaaarrgh!"
Jeritan dan darah muncrat dari mulut si pembunuh. Lalu kepalanya diinjak dengan keras.
[Black] "Diam. Jangan buat keributan."
Kemudian, terdengar suara yang seolah dengan sengaja menenangkan hati yang terkejut.
[Liene] "Lord Tiwakan! Apa yang terjadi? Apakah ada yang terluka? Kau baik-baik saja?"
Karena aksennya yang rendah dan lembut berbeda dengan penduduk Sharka, si pembunuh menyadari bahwa pemilik suara itu adalah sasaran yang gagal ia bunuh hari ini.
[Liene] "Aku tidak bisa memaafkannya."
Wajah Liene memerah karena amarah. Itu Kalimat yang keluar saat mereka sedang merawat Klima, yang kehilangan kesadaran dan dipindahkan ke sebuah ruangan.
Para tentara bayaran yang terbiasa dengan luka akibat pedang, mendisinfeksi luka Klima dan memeriksa apakah ada racun. Untungnya, sepertinya tidak ada racun. Namun, lukanya cukup dalam, dan mereka mengatakan akan memakan waktu satu atau dua bulan untuk sembuh.
[Liene] "Sir Renfel baru beberapa waktu lalu terkena racun."
Ini sudah kedua kalinya Klima terluka saat berusaha melindunginya. Melihat wajah Klima yang pucat dan berkeringat dingin membuat Liene merasa ikut tersakiti.
[Liene] "Apakah ia sudah mengatakan siapa yang mengirimnya?"
Randall juga terlihat sangat marah.
[Randall] "Istana Kerajaan Sharka yang mengirimnya. Kami tidak tahu siapa tepatnya, tetapi si pembunuh datang menggunakan kereta kuda kerajaan. Kereta itu sengaja menurunkan bendera dan menutupi hiasan dengan kain untuk menyembunyikan identitas, tetapi mereka lupa hiasan di roda. Dari situ kami mengetahuinya."
Mendengarnya, Liene menoleh ke arah Black.
[Liene] "Apakah Putri Blini?"
[Black] "Mungkin."
Karena melibatkan banyak pihak, tidak harus Blini pelakunya. Namun, Blini memiliki motif yang paling jelas. Jika tujuannya hanya untuk menutupi masalah, ia akan menargetkan Laffit Kleinfelter, bukan mencoba membunuh anggota keluarga kerajaan Nauk.
[Liene] "Aku tidak mengerti. Mengapa aku? Bukan Kleinfelter yang menjadi saksi?"
Randall menggelengkan kepalanya.
[Randall] "Saya juga tidak tahu sampai sejauh itu. Tapi, sepertinya ia tidak menargetkan Tuanku. Jika pembunuhan berhasil, maka akan terjadi perang. Mungkinkah pelakunya bukan Putri Blini?"
[Black] "......"
Mata Black menyipit. Bukan karena ia tidak bisa menebak, tetapi karena kemungkinan motifnya terasa terlalu nyata.
[Black] "Jika pelakunya menantu Raja, ia mungkin sudah memikirkan sampai sejauh itu."
[Randall] "Ya ampun, Tuanku. Sekalipun menantu Raja gila, bagaimana ia bisa berpikir untuk memulai perang melawan Tiwakan?"
[Black] "Jika posisinya di dalam istana terancam, perang adalah pilihan yang perlu dipertimbangkan. Itu hal yang biasa terjadi di istana kerajaan."
[Randall] "Wah, dia... itu benar, tetapi tetap saja terlalu..."
Randall tergagap, seolah tidak percaya.
[Randall] "Artinya Putri Blini merasa terancam?"
Black mengangguk.
[Black] "Begitulah."
Sebenarnya, Blini tipe orang yang bisa mengirim pembunuh hanya karena ingin membunuh Liene. Namun, setelah Ratu Dileras mengamankan saksi, sudah pasti posisinya menjadi genting.
[Liene] "Kalau begitu, mari kita buat ia merasa lebih terancam lagi. Katakan bahwa aku yang terluka parah, bukan Sir Renfel. Tentu saja dengan mengatakan bahwa kita sudah tahu siapa pelakunya lewat si pembunuh. Jika memprotes secara resmi kepada Istana Sharka, Raja tidak akan bisa sepenuhnya melindungi Putri Blini."
Black terdiam sejenak lalu berkata.
[Black] "...... Ide yang bagus."
Terlepas dari masalah cincin, Blini harus membayar mahal karena mengirim pembunuh. Bukan hanya sekali, tetapi dua kali.
Black menyadari bahwa ia terlalu berpuas diri dalam kebahagiaannya. Mengirim kembali kepala pasukan bodoh yang dikirim Blini tidaklah cukup. Blini pasti bahkan tidak berkedip atas kematian 49 orang. Diperlukan harga yang lebih berat dan pasti.
[Black] "Pilih sepuluh orang terbaik. Aku akan pergi menemui Raja Sharka sekarang. Dan kirim pesan kepada Fermos. Dengan cara apa pun yang tercepat."
[Randall] "Baik. Pesan apa yang harus saya kirim?"
[Black] "Perintahkan seluruh pasukan dikirim ke perbatasan."
[Randall] "Apa?"
[Black] "Untuk bersiap jika Raja Sharka tidak mau diajak bicara."
[Randall] "B... baik, saya mengerti."
Liene terkejut mendengar kata perang.
[Liene] "Memanggil semua Tiwakan? Berarti perang?"
[Black] "Jika Raja Sharka benar-benar seorang raja, perang tidak akan terjadi."
[Liene] "Benar. Tapi, bagaimana jika tidak?"
[Black] "Jika tidak, maka itu bukan lagi urusanmu, Putri, melainkan urusanku. Jangan khawatir. Aku tidak akan membiarkanmu melihatku bertindak tidak ceroboh."
Justru sebaliknya. Karena Black sudah berada di Sharka, peperangan sudah setengah dimenangkan. Sementara Sharka panik dengan pergerakan di luar perbatasan, Black bisa dengan cepat menyerbu istana dan menerima penyerahan diri mereka.
Black membelai wajah Liene yang ternoda kekhawatiran.
[Black] "Aku sudah terlalu lama melupakan cincin. Hadiah pernikahan sejatiku seharusnya adalah cincin itu. Sudah terlambat, tapi aku akan mengambilnya kembali."
[Liene] "...... Jika aku harus memilih antara air Nauk dan nyawamu. Aku tidak akan ragu memilihmu. Kau mengerti maksudku?"
Liene mengatakan hal yang tak terduga. Black tertawa sebelum sempat berpikir dan baru menyadari sedetik kemudian bahwa itu kata-kata yang biasa Black ucapkan, bukan Liene.
[Black] "Aku tidak begitu yakin. Apa maksudmu jika kau berkata seperti itu, Putri?"
Berbeda dengan Black yang tertawa, Liene serius.
[Liene] "Maksudku, jangan jadikan aku penguasa yang buruk. Situasi di mana aku harus memilih salah satu di antara kalian tidak boleh terjadi sama sekali."
Black orang yang bisa membuat Liene melakukan hal yang tidak akan pernah ia lakukan. Artinya Liene sangat khawatir. Black harus selamat tanpa cedera apa pun.
[Black] "Aku berjanji."
Black merasakan kepuasan membanjiri dirinya hingga tak tertahankan. Black mencium punggung tangan Liene sebagai sumpah, lalu menarik tangannya dan memeluk Liene erat-erat.
[Liene] "Kalau begitu, pergilah. Dan kembali dengan selamat."
Liene berkata sambil merasakan suhu tubuh Black merambat ke tubuhnya.
[Liene] "Secepat mungkin."
[Black] "Baiklah."
Black bergegas menuju istana kerajaan Sharka bersama sepuluh prajurit Tiwakan. Setelah itu, Klima sempat membuka matanya sejenak dan kembali tertidur.
Black memilih cara tercepat untuk membuka gerbang istana. Membuka gerbang dengan paksa akan memakan waktu. Seseorang harus membukanya dengan suka rela.
[Black] "Sampaikan kepada Putri Blini. Komandan Tiwakan telah tiba."
Pasukan penjaga yang bersiap menarik jembatan gantung karena sudah malam merasa terkejut. Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka yang datang dengan bendera hitam di bahu bukanlah Tiwakan.
Mereka datang begitu cepat hingga kuda-kuda mengeluarkan uap putih dari tubuhnya, tampak seperti utusan yang datang menunggangi kabut. Hanya dengan melihat mereka, bulu kuduk penjaga merinding, yang sepertinya memang benar bahwa mereka adalah Tiwakan.
[Penjaga] "B-baiklah... saya akan sampaikan segera..."
Pasukan penjaga berlari menuju istana Pangeran. Setelah waktu yang diperkirakan berlalu, jawaban pun tiba, dan para penjaga dengan patuh membuka gerbang.
Namun, tempat yang dituju Tiwakan bukanlah istana Pangeran, melainkan istana utama Raja.

[Raja] "Ada apa ini?"
Komandan Garda Kerajaan tidak bisa mengatakan apa pun kepada Raja yang bertanya. Pasukan Tiwakan mendorong Garda Kerajaan yang menghalangi jalan dan masuk ke dalam istana. Sungguh hal yang tidak mungkin dan tidak masuk akal. Namun, memang terjadi.
Komandan Garda yang dipukul dengan punggung pedang menderita tulang rusuk patah. Sulit baginya untuk bernapas, tetapi ia tidak boleh kehilangan kesadaran.
[Komandan] "Komandan Tiwakan meminta audiensi, jadi saya membawanya ke sini."
Ketika Komandan Garda mengatakannya dengan darah menetes dari sudut mulut yang robek, tidak ada raja yang tidak akan merasa terancam.
[Raja] "...... Sekarang juga?."
Raja meredam suara giginya yang bergemeretak dengan jari-jarinya. Jari-jari yang menunjuk ke pintu bergetar hebat.
[Raja] "Pergilah. Sekarang juga."
[Black] "Tidak perlu berjaga, Yang Mulia. Aku tidak datang untuk memenggal kepala. ...Hari ini."
Alih-alih memberi hormat, Black mengayunkan pedang di tangannya ke arah Komandan Garda. Komandan Garda, yang secara mendadak menerima pedang itu, terhuyung ke belakang karena berat pedang yang tak terduga.
[Black] "Duduklah."
Melihat Black menunjuk kursi dengan tangan seolah sedang berada rumahnya sendiri, lalu Raja mengucapkan kata-kata yang sebenarnya tidak berarti.
[Raja] "Ini ruang pribadiku. Siapa yang berani mengatakan hal seperti itu kepadaku. Aku tidak akan menemui siapa pun pada jam seperti ini..."
[Black] "Duduk."
Suara Black menjadi lebih dingin.
[Black] "Sebelum aku berubah pikiran, dan tidak hanya sekadar bicara."
[Raja] "......"
Raja Sharka tidak sengaja menutup mulutnya secara otomatis tanpa disadari.
Tidak ada anggota Garda Kerajaan yang berlari masuk. Sesuatu pasti sedang terjadi di luar.
[Raja] "A-apa..."
Tuk!
Jleggring!
Black melempar kantong hitam ke hadapan Raja. Dari suara tumpul yang terdengar, isi di dalamnya adalah koin emas atau semacamnya.
[Black] "Itu milik Putri Blini."
[Raja] "...... Apa?"
[Black] "Pengakuan dari orang yang menembakkan panah kepada Putri Nauk."
[Raja] "...A-apa..."
Barulah Raja menyadari mengapa pria yang disebut Komandan Tiwakan menginjak-injak Garda Kerajaannya untuk sampai ke sini.
[Raja] "Atas dasar apa kau mengatakannya... Mengapa Putri Blini melakukan hal seperti itu?"
Begitu menyadari alasannya, tangannya gemetar. Raja buru-buru menyembunyikan tangannya di bawah untuk menyembunyikan getaran.
Sungguh hal yang tidak bisa dipercaya dan tidak boleh dipercaya. Apa yang dilakukan Blini adalah mengundang Tiwakan ke halaman rumahnya. Dan hasilnya sudah ada di depan mata sang Raja.
[Black] "Jika Yang Mulia mau, aku akan membawa si penembak panah. Kepalanya masih terpasang. Meskipun bagian lain tubuhnya tidak."
[Raja] "......"
Kata-kata Black, yang terdengar sedikit cepat, tertanam jelas di telinga Raja. Raja Sharka tahu bahwa Komandan Tiwakan sedang sangat marah. Ia tahu Black sedang menahan amarahnya, tetapi amarah itu bisa meledak kapan saja. Bahkan meskipun mereka berada di dalam istana Kerajaan Sharka.
Raja melihat ke arah Komandan Garda dengan pandangan cemas. Ia sangat berharap Garda atau Pengawal Kerajaan akan muncul sekarang dan menyelamatkannya dari situasi berbahaya ini, tetapi di luar masih sunyi.
[Raja] "Mengapa menantuku harus memanggil seorang pembunuh? Dia baru saja kehilangan suaminya dan sedang tenggelam dalam kesedihan yang tidak mungkin..."
Kali ini pun, kata-kata Raja dipotong.
[Black] "Ada satu hadiah yang diberikan Nauk kepada Ratu Dileras. Yaitu lelaki yang akan bersaksi bahwa anak yang dikandung Putri Blini adalah anaknya. Sepertinya menantu Raja ingin mengambil tindakan pencegahan, meskipun terlambat."
Setelah mengatakannya, Black berbalik tiba-tiba. Ia mengambil kembali pedang dari Komandan Garda yang masih memegang pedangnya dengan terhuyung-huyung.
Kuang!
Ujung pedang menghantam lantai. Komandan Garda dan Raja melihat dengan jelas retakan yang menjalar di lantai marmer.
[Black] "Aku ingin meminta pertanggungjawaban Putri Blini. Serahkan Putri Blini kepadaku di tempat aku menginap besok. Beserta sumpah Raja bahwa Istana Kerajaan Sharka tidak akan ikut campur dalam urusan Putri Blini. Seluruh pasukan Tiwakan yang menunggu di perbatasan akan memastikan sumpah itu ditepati."
[Raja] "I-itu..."
Artinya Black siap untuk berperang.
JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar