top of page

A Barbaric Proposal Chapter 116

  • Gambar penulis: Crystal Zee
    Crystal Zee
  • 6 hari yang lalu
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 19 jam yang lalu

Warna dan Deskripsi

[Sekretaris] "Ya, Putri?"

Sekretaris mengira Blini berbicara kepadanya dan bertanya balik, tetapi pandangan Blini terlihat jauh.

[Blini] "Maksudku kau tidak bisa melakukannya?"

[Sekretaris] "Putri..."

[Blini] "Atau, kau tidak mau melakukannya?"

[Sekretaris] "......"

Sekretaris menutup mulutnya dengan ekspresi bingung.

[Blini] "Kesalahan apa yang kulakukan? Aku tidak pernah berbuat salah padamu."

[Sekretaris] "......"

Blini, yang menggumamkan hal-hal yang hanya ia sendiri mengerti, menenggelamkan diri sepenuhnya ke dalam air.

[Sekretaris] "Ya ampun—!"

Sekretaris terkejut dan hendak bergerak, tetapi ia menghentikan tindakannya setelah melihat salah satu pelayan wanita menggelengkan kepala. Saat itu, Blini tampak seperti seseorang yang mendambakan keheningan di dalam air.

Blini mengangkat tubuhnya tepat sebelum kehabisan napas.

Byurr!

Air menetes dari rambutnya yang basah kuyup. Di antara helai rambutnya, kulitnya yang basah terlihat memancarkan cahaya.

[Blini] "Bagaimana aku bisa pergi ke istana terpisah?"

[Sekretaris] "Ada apa Putri? Ah, itu..."

Ekspresi Sekretaris menegang.

Blini mengatakan bahwa ia akan pergi ke istana terpisah untuk menemui orang yang mengaku punya sesuatu untuk dibicarakan mengenai anaknya. Ia harus masuk secara diam-diam. Sebuah permintaan agar Sekretaris mencari tahu cara melakukannya.

[Sekretaris] "Ini hal yang sangat berbahaya. Jika Baginda Raja sampai tahu..."

[Blini] "Kalian. Keluar."

Sebelum kata-kata Sekretaris selesai, Blini menyuruh para pelayan keluar. Semua pelayan yang tersisa di istana Pangeran adalah mereka yang dibawa dari Grand Duchy Alito. Itulah sebabnya rahasia istana Pangeran sangat terjaga.

Buk.

Pintu kamar mandi tertutup.

[Blini] "Sini."

Blini mengangkat jari dan memberi isyarat kepada Sekretaris. Sekretaris itu menggigit bibirnya erat-erat dan mendekat. Blini menahan tangannya yang memberi isyarat, dan Sekretaris itu berlutut untuk mencium punggung tangan Blini.

[Blini] "Bukan saat ini juga."

Blini berkata sambil mengelus dagu Sekretaris perlahan.

[Blini] "Jika berbahaya, aku akan pergi malam hari. Setelah Raja tertidur."

[Sekretaris] "Itu... kalau begitu..."

[Blini] "Kau bisa mengaturnya, 'kan?"

[Sekretaris] "...Saya akan mengaturnya."

[Blini] "Bagus."

Blini tertawa seperti kucing mendengkur sambil menarik tangannya.

[Blini] "Lepaskan kemejamu. Gulung juga celanamu."

[Sekretaris] "......"

Setelah Sekretaris melepas kemejanya, Blini menunjuk ke sabun yang ditinggalkan oleh para pelayan.

[Blini] "Karena para pelayan tidak ada, kau yang akan membantuku mandi. Perlahan, dengan lembut."

[Sekretaris] "......Terima kasih, Putri."

Sekretaris menelan ludah dan mengambil sabun. Blini tersenyum tipis seolah merasa lega.

Setelah Raja tertidur. Masalah lain akan ikut tertidur. Kapan pun waktunya, Black harus datang atas kemauannya sendiri. Karena Blini akan memastikannya terwujud.

Namun, ia salah. Raja pria yang lebih tidak sabar dari yang ia kira.

[Kepala Pelayan] "Baginda Raja mengirim saya karena Anda terlalu lama berganti pakaian. Baginda khawatir jangan-jangan ada kekurangan tenaga kerja di istana Pangeran."

Raja mengirim seseorang. Dia kepala pelayan dari istana utama dengan mata setajam ular.

[Blini] "Sampaikan bahwa aku sedang mandi."

Jika tidak ada orang, seharusnya ia pergi saja, tetapi kepala pelayan itu bersikeras datang hingga di depan pintu kamar mandi yang tertutup dan berbicara.

Sekretaris bersembunyi sambil menahan napas, dan Blini menimbulkan suara percikan air.

[Kepala Pelayan] "Akan saya sampaikan. Tapi, apakah sekretaris istana utama ada mengunjungi istana Pangeran?"

Blini menghentikan gerakannya dan terkekeh.

[Blini] "Mengapa kau menanyakannya?"

[Kepala Pelayan] "Baginda Raja mencarinya, dan tidak ada yang mengaku melihatnya."

[Blini] "Apa aku ini orang yang bertugas mencarikan orang?"

[Kepala Pelayan] "......Mohon maaf, Putri. Saya akan mundur sekarang."

Kepala pelayan menjauh, lalu pelayan Blini mengetuk pintu kamar mandi dan menyampaikan bahwa kepala pelayan telah meninggalkan ruangan.

[Blini] "Sudah tua tapi penuh ambisi."

Blini menggelengkan kepalanya.

[Blini] "Ia melakukan hal yang tidak biasanya ia lakukan. Pria yang bahkan tidak pernah mengurus selingkuhannya."

Sebaliknya, wajah Sekretaris menjadi pucat.

Seperti kata Blini, Raja melakukan hal yang tidak biasa. Raja, yang mengganti gundiknya setiap bulan, tidak pernah peduli dengan kemesuman orang lain.

[Sekretaris] "Saya... sebaiknya saya pergi sekarang, Putri."

Blini menunjukkan wajah jijik secara terang-terangan.

[Blini] "Sekarang?"

[Sekretaris] "Itu... Baginda Raja...?"

Blini perlahan bangkit dan menusuk bahu Sekretaris dengan kukunya.

[Blini] "Lakukan sesukamu. Tapi, sekarang kau mungkin bisa menarik kakimu dari bak mandi ini, tetapi kau tidak akan bisa menarik kakimu sepenuhnya dariku. Ingat, malam ini, setelah Raja tertidur."

[Sekretaris] "Saya mengerti, Putri."

Sekretaris gemetaran dengan tangan basah saat mengambil pakaiannya.

Blini tetap berada di dalam air yang mulai menghangat, tidak peduli apakah Sekretaris itu pergi atau tidak.

[Blini] "Jika ia bertingkah seperti itu, maka akan merepotkan."

Namun, ia juga tidak bisa membunuh Raja karena posisinya sendiri akan menjadi lebih sulit.

[Blini] "Seharusnya perang pecah pada saat seperti ini."

Ketika istana dalam kekacauan, perang selalu menjadi alasan terbaik. Perang akan menyapu bersih semua masalah internal. Akan lebih baik lagi jika Raja pergi berperang dan mati di perjalanan.

[Blini] "......Memang."

Memang, ia seharusnya membunuh Putri Nauk di tanah ini. Belum terlambat. Bagaimanapun, sekarang Putri Nauk sedang berada di Sharka.

[Blini] "......"

Blini memejamkan mata dan tenggelam dalam pikirannya.

Bagaimana caranya ia bisa membunuh Putri Nauk?

[Liene] "Aku tidak percaya. Laffit membuka mulutnya semudah itu. Kupikir ia akan menghadapi nasib yang lebih buruk."

Langit senja yang berbeda kembali menyelimuti pantai yang sepi hari itu.

Liene menghentikan langkahnya sejenak karena warna yang dihasilkan oleh matahari merah yang tenggelam di laut biru terlalu kaya. Black menyelimuti Liene dari belakang dengan suhu tubuhnya.

[Liene] "Aku juga tidak menyangka kau akan setuju, jika ia bersaksi maka kau tidak akan menyerahkan penghukumannya ke pada Ratu. Aku tidak menyangka kau akan melakukan itu."

Bohong jika Liene tidak mengharapkan kata-kata yang menunjukkan perhatian dan perlindungan dari Black.

[Black] "Aku pikir ia akan cepat buka mulut jika diberikan imbalan. Sepertinya ia orang yang mudah menyerah."

[Liene] "Hmm... Sejauh yang kutahu, ia memang bukan orang yang gigih."

[Black] "Syukurlah. Raja akan segera memutuskan hubungan dengan menantunya."

[Liene] "Benar. Berkat itu, kepulangan kita ke Nauk mungkin akan lebih cepat."

Angin laut masih terasa asing—dingin, lembap, dengan berbagai macam bau— dan entah mengapa, membangkitkan perasaan rindu.

[Black] "Kau sudah merindukan Nauk?"

[Liene] "Sedikit? Tapi masih bisa kutahan. Namun, jika aku datang sendirian tanpamu, aku pasti sudah ingin kembali sejak lama."

Black tertawa dan membelai rambutnya.

[Black] "Aku merasa cukup senang sekarang. Rasanya seperti benar-benar sedang liburan."

[Liene] "Ketika air kembali ke Nauk, dan aku tidak perlu khawatir lagi, aku ingin pergi ke negara lain."

[Black] "Lakukanlah. Aku akan mencari tempat-tempat yang bagus."

[Liene] "Wah. Kenapa kau hanya mengucapkan kata-kata yang bagus."

Liene berbalik dan memeluk Black erat-erat. Black tidak punya waktu untuk menghilangkan senyumnya. Bibirnya terus melebar.

[Liene] "Namun, untuk mendapatkan cincin kembali, kita harus bertemu dengan menantu Raja, kan?"

[Black] "Kau tidak suka?"

[Liene] "Mana mungkin aku suka."

[Black] "Kalau begitu aku akan menyuruh orang lain yang melakukannya."

[Liene] "Hmm... sepertinya tidak mungkin, ya?"

Menantu Raja, Putri Blini sepertinya tidak akan menyerahkan cincin begitu saja. Jika mau, mereka tidak perlu datang jauh-jauh ke Sharka.

[Liene] "Cincin itu lebih penting dari apa pun, jadi aku berusaha tidak mengeluh. Sebagai gantinya, jika situasinya memungkinkan, aku ingin ikut bersamamu saat bertemu menantu Raja."

[Black] "Aku yang tidak mau."

[Liene] "Kenapa?"

Black menutupi mata Liene sejenak, yang mengangkat kepala dan menatapnya.

[Black] "Dia orang yang bisa melakukan apa saja, kau tahu."

[Liene] "Kalau begitu kau juga berbahaya."

[Black] "Aku tidak bermaksud mengatakan ia akan melukai tubuhmu. Menantu Raja, dia..."

Black memilih kata-katanya sebentar.

[Black] "Dia orang yang dapat dengan mudah membuat orang lain merasa sangat tidak nyaman."

Blini adalah orang yang terasa seperti sedang menatap lukisan detail yang menggambarkan neraka. Dari kejauhan, ia adalah kanvas yang menarik perhatian dengan warna-warna cerah, tetapi ketika didekati, deskripsi yang terselubung di balik warna-warna cerah akan tampak nyata.

Blini, yang awalnya bagaikan warna-warna cerah di Blue Warren, berubah menjadi kegelapan mengerikan ketika Black bertemu lagi dengannya beberapa tahun kemudian di Alito. Bahkan jika seseorang tidak percaya neraka, terus-menerus melihat lukisan seperti itu akan membuat hati seseorang menjadi hancur

(T/N: Black mengatakan Blini seperti "deskripsi" (묘사/Myosa) dari lukisan neraka. Deskripsi ini maksudnya sifat, karakter, dan tindakan Blini yang sebenarnya manipulatif, kejam, dan merusak jiwa orang yang berinteraksi dengannya.)

Liene tidak perlu mengalami perasaan itu. Karena Liene orang baik, ia akan lebih sulit menanggungnya daripada orang lain.

[Liene] "Terdengar seperti orang yang sangat... mengerikan."

Alih-alih menjawab, Black menyisir rambut Liene yang berantakan karena angin laut dengan jarinya.

[Black] "Kau tidak perlu tahu bahwa ada orang sepertinya."

Sama seperti manusia yang tidak perlu mengintip ke neraka.

[Liene] "Entah kenapa dia sangat berbeda dari yang kubayangkan. Bagiku, menantu Raja hanyalah gambaran abstrak mantan kekasihmu."

[Black] "Aku tidak akan menyangkal bahwa kami pernah menghabiskan waktu bersama. Tapi aku harap fakta itu tetap tidak memengaruhimu, Putri."

[Liene] "Hmm... Jika kau khawatir aku akan sakit hati, aku baik-baik saja. Laffit juga manusia yang buruk."

Black menghela napas ringan.

[Black] "Jika hanya seburuk Kleinfelter, aku tidak akan mengatakan hal seperti ini."

[Liene] "Ah... Kalau begitu aku makin khawatir. Laffit juga melakukan segala macam upaya. Ia bahkan memaksaku naik ke gerobak barang."

Jadi, Liene tiba-tiba merasa khawatir. Blini berkali-kali lebih mengerikan dan gigih daripada Kleinfelter.

[Black] "Bagaimana kalau kita kembali? Malam di pantai terasa dingin."

Black membalikkan badan Liene. Meskipun tidak ada tanda-tanda kehadiran orang di sekitar, lokasinya terlalu terbuka. Jika ada yang bersembunyi di balik dinding penginapan dan menembakkan panah, orang itu tidak akan terlihat dalam kegelapan.

[Liene] "Baiklah. Matahari sudah terbenam."

Black memeluk Liene seolah melindunginya dan meninggalkan pantai.

Dan pilihannya sangat tepat. Lebih seperti firasat daripada pemikiran. Seseorang benar-benar bersembunyi di balik dinding penginapan saat itu. Dengan panah di tangannya.

[Klima] "Kwak!"

Klima segera menyerbu dan meninju begitu ia melihat orang yang memegang panah. Ia terburu-buru dan tidak bisa berpikir jernih. Pukulan yang ia layangkan tanpa ampun memecahkan gigi depan lawan.

[Pembunuh] "Ugh, uuh..."

Pembunuh bayaran terhuyung-huyung sambil memuntahkan darah. Pikiran Klima kembali jernih ketika melihat panah yang jatuh di bawah kakinya. Klima dengan tenang melingkarkan lengannya di leher si pembunuh dari belakang.

[Pembunuh] "Kuk!"

[Pembunuh] "Kru, krut! Kruk!"

[Klima] "Siapa yang mengirimmu?"

[Pembunuh] "Kuk, nafas, nafas..."

[Klima] "Jika kau tidak bicara, akan kupatahkan."

Pembunuh itu meronta. Klima, dengan tubuhnya yang besar, menahannya tanpa kesulitan. Namun, pembunuh itu menyembunyikan belati. Saat meronta, ia mengeluarkan belati yang diikat di paha dalamnya lalu menusuk Klima.

[Klima] "......Sakit."

Klima yang ditusuk di pinggang, menyipitkan matanya. Pembunuh itu, mengira ini kesempatannya, mendorong Klima sekuat tenaga.

[Klima] "Tidak."

Klima menahan rasa sakit karena tusukan pisau dan mencengkeram pembunuh itu erat-erat.


A Barbaric Proposal Ch 116: Warna dan Deskripsi. Blini merencanakan langkah berbahaya untuk memanggil Black. Sementara itu, Black menjelaskan mengapa Blini begitu mengerikan. Di luar penginapan, seorang pembunuh mengincar Liene! Baca terjemahan novel korea, ligh novel dan web novel.

[Klima] "Aku pernah melepaskannya... lalu Putri menghilang. Sekarang... aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi..."

[Pembunuh] "Lepaskan! Dari mana munculnya orang sebodoh ini!"

Pembunuh, yang terkejut, memutar pisau yang tertancap di sisi tubuh Klima dengan kuat.

[Klima] "....Ugh."

Klima menjerit pelan.

[Pembunuh] "Lepaskan!"

[Klima] "Tidak..."

Klima tahu pembunuh itu mencoba menembakkan panah. Dengan tekad bahwa ia tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Liene lagi, ia mencengkeram si pembunuh lebih kuat. Pinggangnya sakit sekali, dan pandangannya kabur. Kekuatan di tangannya perlahan memudar.

[Prajurit] "......Hei, siapa di sana!"

Untungnya, seseorang menemukan mereka. Dia salah satu pengawal Tiwakan yang menjaga halaman belakang.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
bottom of page