top of page

A Barbaric Proposal Chapter 105

  • Gambar penulis: Crystal Zee
    Crystal Zee
  • 9 Okt
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 7 hari yang lalu

Kurangnya Waktu

[Liene] "Kudengar Pangeran Dieren terluka parah di kaki, apakah lukanya sudah diobati?"

Liene bertanya sambil berjalan beriringan menuju penjara bawah tanah. Black menoleh sedikit, menyembunyikan ekspresinya.

[Black] "Sudah diobati. Meskipun terlihat parah, sebenarnya tidak. Nyawanya sama sekali tidak dalam bahaya."

Mungkin dia tidak akan bisa menjalankan peran sebagai pria seutuhnya, tapi itu bukan urusanku.

[Liene] "Ah, baguslah kalau begitu. Apakah dia akan bisa berjalan normal setelah pulih?"

[Black] "Dia mungkin akan sedikit pincang, tapi tidak akan sampai lumpuh."

[Liene] "Kasihan sekali. Bagaimana jika Grand Duke Alito mempermasalahkan kondisinya?"

[Black] "Grand Duke akan tetap senang karena putranya masih memiliki semua anggota tubuh."

Jika Liene tidak muncul tepat waktu, Grand Duke Alito mungkin akan menerima kaki dan tubuh putranya yang terpisah-terpisah. Liene tidak tahu, tetapi semua orang tahu fakta itu.

[Tiwakan] "Oh, Anda berdua datang bersama?"

Penjara bawah tanah berada dalam suasana yang tidak biasa. Pasukan Pengawal yang berjubel di sana telah dibebaskan, dan sebagai gantinya, dua narapidana yang digantung di Alun-Alun Dewa dimasukkan ke penjara. Salah satunya sangat diam karena tulang rahangnya patah (Baiyar). Pangeran Dieren, berkat statusnya, dikurung sendirian.

[Liene] "Kami datang untuk melihat Pangeran Dieren."

[Tiwakan] "Lewat sini."

Prajurit Tiwakan yang memimpin mereka ke penjara memiliki pikiran konyol bahwa Liene dan Black tampak seperti sedang piknik sambil berpegangan tangan.

KREEEK!

Pintu sel terbuka dan Black melangkah masuk lebih dulu. Meskipun Dieren kehabisan tenaga karena mengerang kesakitan, Black tidak menurunkan kewaspadaannya.

[Black] "Masuklah."

Setelah memastikan tidak ada masalah, Black mengulurkan tangannya. Liene meraihnya dan masuk ke dalam penjara.

[Dieren] "...Sudah ada balasan? Tidak mungkin."

Dieren berkata dengan wajah pucat dan keringat dingin bercucuran.

[Liene] "Belum ada balasan."

[Dieren] "Lalu kenapa kalian datang? Apakah kalian datang untuk melihat penderitaanku?"

Dia mengejek dengan suara tajam. Black mendecakkan lidahnya sebentar.

[Black] "Bagaimana kalau kita pergi saja? Dia bicara tidak sopan."

[Liene] "Kita harus melakukan apa yang harus dilakukan."

[Black] "Waktu kita terbuang sia-sia. Lebih baik kau menghabiskan waktu yang terbuang denganku."

[Liene] "Kita sedang bersama sekarang."

[Black] "Ada orang lain yang ikut campur."

Liene tertawa dan membuka keranjang yang dipegang Black. Meskipun Black menggerutu karena harus mengunjungi Dieren, dia dengan patuh membawakan keranjang itu.

[Liene] "Semua sudah berlalu. Dan Pangeran Dieren, aku datang bukan untuk melihatmu menderita, tetapi untuk membantumu."

Dieren terdiam melihat perban dan kain kasa dikeluarkan dari keranjang.

[Liene] "Ini. Tolong oleskan obat dan ganti perbannya."

Liene mengambil keranjang dan memberikan isinya kepada Black.

[Dieren] "Memberi luka lalu memberi obat... Perbuatan macam apa ini?"

Dieren meluapkan kemarahannya. Black juga memasang wajah tidak senang, tetapi dia mengangguk.

[Black] "Kau cerdas."

[Liene] "Ya. Jika aku yang merawat lukanya, kau akan semakin membenci Pangeran ini, kan?"

Black tersenyum pahit.

[Black] "Kau sudah tahu. Merawat lukanya, sungguh merepotkan."

[Liene] "Tidak merepotkan. Aku tahu apa yang kau suka dan benci sebelumnya, bukankah dengan mengetahuinya sangat membantu dalam hubungan pernikahan? Seperti sekarang."

Black mencium telinga Liene sambil memegang perban dan obat.

[Black] "Setiap hari aku merasa mengambil keputusan yang tepat untuk menikah."

[Liene] "Aku juga."

Dieren berbicara dengan ekspresi ingin mengertakkan gigi.

[Dieren] "Jika begitu, lebih baik jangan lakukan apa pun. Rasanya seperti ejekan, bukan bantuan."

[Liene] "Tidak bisa."

Liene menggelengkan kepala dengan tegas dan mendekati Dieren.

[Liene] "Dirimu sandera yang berharga. Aku membawakan sari apel, kau mau?"

[Dieren] "..."

Dieren mengerutkan kening. Namun, ketika Liene mengeluarkan botol yang tampak masih dingin, dia tidak menolak.

[Liene] "Ini."

Liene menyerahkan botol itu ke tangan Dieren. Dieren dengan kasar mengambil botol itu dan menempelkannya ke bibir, menenggak sari apel.

[Dieren] "Uhuk! Uhuk, uhuk!"

Tiba-tiba dia menjerit. Sari apel yang diminumnya tumpah ke mana-mana. Namun, dia tetap memegang erat botol itu sehingga tidak jatuh.

Pelakunya adalah Black. Dia mengoleskan obat dengan keras di atas luka yang dijahit, sampai menimbulkan suara PLAK!


A Barbaric Proposal Chapter 105: Liene dan Black mengunjungi Pangeran Dieren di penjara. Dieren yang frustrasi, setuju untuk mengirim surat ke Grand Duke Alito untuk memfasilitasi pertukaran cincin demi keselamatannya. Liene meyakinkan Dieren bahwa mereka hanya menggunakannya untuk tujuan politik. Setelah kunjungan, Liene dan Black kembali ke kamar tidur, di mana Black menyatakan bahwa setiap waktu bersamanya sangat berharga. Baca light novel & web novel korea terjemahan indonesia.

[Black] "Bersyukurlah kau diberi waktu, yang seharusnya hanya milik kami berdua. Dan bersyukurlah karena anggota tubuhmu masih utuh. Jangan lupakan apa yang sudah kau lakukan di Nauk."

[Dieren] "..."

Dieren bergumam tidak jelas.

[Liene] "Aku ingin mendapatkan kembali cincin yang dimiliki Putri Blini."

Liene menempatkan keranjang berisi makanan berlimpah selain sari apel di tempat yang bisa dijangkau Dieren.

[Liene] "Merawatmu adalah demi tujuan itu. Bukan karena melupakan perbuatanmu kepadaku. Bukan karena perbuatanmu bukan masalah besar."

Cara bicara Liene yang tenang memiliki kekuatan untuk membuat Dieren mencerna ucapannya dengan sungguh-sungguh.

[Liene] "Konsekuensi dari apa yang kau lakukan di Nauk akan ditanggung oleh Putri Blini atau Grand Duke Alito. Aku tidak ingin prosesnya menjadi lebih buruk dari yang diperlukan. Apa yang aku inginkan sudah jelas, dan aku tidak punya niat untuk membalas dendam padamu dengan sengaja."

[Dieren] "...Yah, itu..."

Dieren, yang ingin mengatakan sesuatu, menutup mulutnya kembali. Dia tahu bahwa Liene memperlakukannya tanpa niat jahat. Jika dia adalah Black, dia akan memenggal leher Dieren dan bersiap untuk perang, apa pun akibatnya.

[Dieren] "..."

Dieren melirik Black sekilas. Ketika Black mengoleskan obat, dia mengira Black sedang menyelesaikan pemotongan kaki yang tertunda, tetapi sentuhan Black saat mengganti perban tidak kasar.

...Pasti karena Putri Liene. Dia merasa sungkan karena Putri sedang berada di sini.

Pikiran itu memberinya perasaan aneh. Black, yang menjadi suami Liene, tampak seperti orang yang berbeda dari Komandan Tiwakan, Dewa Perang, yang dia kenal. Tidak ada seorang pun di benua ini yang pernah melihat Komandan Tiwakan merasa sungkan pada seseorang.

Dia tidak mungkin berubah...

Dia hanya berpura-pura bersikap lembut. Agar dicintai oleh istrinya yang sangat dia cintai.

[Dieren] "Ha, sungguh."

Semakin melihatnya, Dieren semakin merasa saudarinya sungguh bodoh.

Bagaimana mungkin dia bisa merebut pria ini?

Untung saja saudarinya gagal. Jika dia berhasil mengirim Putri Liene ke Kerajaan Sharka sesuai rencana, hasilnya akan jauh lebih mengerikan.

Perkataan Baiyar bahwa ayahnya bersekutu dengan saudarinya mungkin hanya kebohongan untuk menyeret Dieren masuk dalam rencana. Ayahnya mengenal Black lebih baik daripada Dieren, dan tidak pernah berbohong tentang jumlah emas yang dikirim pada Tiwakan. Itu bukan hanya karena rasa takut.

[Dieren] "Saudariku..."

Dieren memaksakan diri untuk berbicara.

[Dieren] "Aku tahu dia sudah membuat kesalahan. Dan aku juga melakukan apa yang seharusnya tidak kulakukan."

[Liene] "Benar."

[Dieren] "...Aku ingin kau mengizinkanku mengirim surat ke Alito. Aku akan memberi tahu Grand Duke tentang seluruh kejadian. Termasuk keinginanmu untuk mendapatkan cincin agar hasilnya tidak terlalu buruk."

[Liene] "Sungguh melegakan."

Putri Liene tersenyum pelan, nyaris tak terlihat. Untuk alasan yang tidak dia ketahui, Dieren merasa sangat malu atas tindakannya meracuni Putri Liene menuruti perintah saudarinya.

[Liene] "Kalau begitu, istirahatlah. Karena pelayanmu tidak ada, aku akan mengirim seseorang sekali sehari sampai dia kembali. Kau juga boleh mengatakan jika ada yang dibutuhkan."

Dia berterima kasih atas perkataan Putri Liene, tetapi meminta sesuatu terasa memalukan.

[Dieren] "Cukup izinkan aku menulis surat."

[Liene] "Aku mengerti. Aku berharap lukamu segera sembuh. Kami harus kembali sekarang."

Putri Liene menyelinapkan tangannya ke lengan Black. Sudut mata Black melembut saat menatap sang Putri yang mengangkat dagu dan tersenyum padanya.

Sejauh yang Dieren tahu, mata Black tidak pernah lengah terhadap orang lain. Warna biru pucat yang selalu terlihat seperti benda dingin, bukan manusia, kini tampak meleleh, bahkan mengalir hangat.

[Black] "Hati-hati dengan kepalamu."

Black mengulurkan tangannya dan menahan pintu. Sang Putri melangkah melewati ambang pintu dengan nyaman, padahal dia tidak terlihat akan menabrak pintu.

[Liene] "Kau aneh."

[Black] "Apanya yang aneh?"

[Liene] "Dirimu."

[Black] "Apakah aku aneh hari ini?"

[Liene] "Kenapa aku selalu berdebar meskipun kau melakukan hal yang sama setiap saat?"

[Black] "Kau yang aneh."

[Liene] "Kenapa? Aku hanya mengatakan apa yang kurasakan."

[Black] "Kau seharusnya sudah tahu sekarang. Apa yang terjadi di kepalaku setiap kali kau mengatakan kau mencintaiku."

[Liene] "Astaga!"

Pintu tertutup, sehingga tidak diketahui apa yang terjadi selanjutnya.

Namun, langkah kaki berkurang menjadi satu, dan terdengar suara tawa Liene yang tertahan.

[Black] "Beri aku waktu satu jam."

[Liene] "Jangan... Ini masih siang."

[Black] "Tidak ada yang tidak boleh dilakukan. Kita masih pengantin baru."

Black sepertinya menggendong Putri Liene lari ke kamar tidur. Dieren merasa sangat pahit sehingga harus menelan sari apel yang ditinggalkan Putri Liene sekaligus.

Surat yang ditulis Dieren disampaikan kepada Grand Duke Alito empat hari kemudian.

[Fermos] "Situasinya sangat konyol... Tidak, saya tidak berani mengatakan itu. Sepertinya semua menjadi kacau."

Agen informasi dari Kerajaan Sharka mengirim berita tiga hingga empat kali sehari. Berarti situasi politik di Kerajaan Sharka sedang berputar dengan cepat.

[Fermos] "Putri gila itu memang sudah menerima surat dari adiknya. Dia tampaknya menunda memberi balasan. Bukan karena mencoba untuk menawar dengan kita, tetapi karena dia tidak punya waktu. Dia sedang sibuk dengan masalahnya sendiri."

Fermos menyampaikan perkembangan Putri Blini yang baru mereka ketahui.

[Fermos] "Putra dari adik ke-5 Raja, Pangeran Kelima memiliki satu putra yang kurang cerdas... Hmm. Namanya Wistard. Pria ini ketahuan menyuap penjaga penjara. Dia mencoba membunuh narapidana yang dikurung. Menariknya, orang yang dia coba bunuh adalah salah satu tentara Vasheyd yang dibiarkan kembali hidup-hidup."

[Liene] "Oh, benarkah?"

Liene membelalakkan mata dan menyesuaikan posisi duduknya. Terdengar suara derit dari sandaran lengan kursi yang tua dan besar.

Meskipun pengantin baru, Liene dan Black masih sangat sibuk. Mereka tampak lebih sibuk daripada saat mempersiapkan pernikahan, karena harus menangani urusan yang melibatkan Kerajaan Sharka dan Grand Duchy Alito. Ada pekerjaan tanpa akhir, mulai dari pembangunan benteng, reorganisasi Pengawal Istana, eksekusi Kleinfelter, dan masalah Kuil.

[Black] "Hati-hati."

Black dengan cepat menahan kursi yang berderit.

[Liene] "Ah. Itu bukan apa-apa. Kursi ini selalu berderit karena sudah tua. Ngomong-ngomong, apa maksud dari upaya membunuh tentara Vasheyd yang selamat?"

[Fermos] "Putri Blini tampaknya mencoba menyangkal bahwa dia mengirim pasukan Vasheyd ke Nauk. Wistard tidak mengungkapkan siapa yang memerintahkannya, sehingga Pangeran Kelima sedang kesulitan."

[Liene] "Wistard, putra Pangeran Kelima, melindungi Putri Blini?"

[Fermos] "Ya. Dia dikatakan berwatak lemah, tapi dia tampaknya mampu bertahan. Bagaimanapun, Wistard dikurung di rumahnya. Pangeran Kelima kesal dengan kejadian ini, dan suasana istana menjadi tegang. Raja tidak menunjukkannya demi menjaga muka, tetapi dia cenderung memihak Putri Blini."

Fermos melirik Black sekilas.

[Fermos] "Akibatnya, hubungan Raja dan Ratu juga memburuk. Yah, keluarga mereka memang jarang akur. Selain itu, Ratu masih meragukan kematian Pangeran Vasheyd. Dia percaya Putri Blini membunuh putranya."

[Black] "Mungkin saja."

Black menimpali tanpa emosi.

[Black] "Putri Blini bukan orang yang peduli dengan nyawa orang lain. Tapi jika dia benar-benar membunuh suaminya, itu tindakan yang sangat bodoh. Apakah dia tidak memikirkan posisinya di istana?"

[Fermos] "Hmm... Saya juga bingung. Dia sepertinya bukan tipe yang membunuh suaminya tanpa berpikir. Meskipun jika dia benar-benar sangat membenci Pangeran Vasheyd, mau bagaimana lagi."

[Black] "Mungkin dia punya orang lain yang bisa diandalkan."

[Fermos] "Mungkinkah Raja? Hmm, dalam keluarga mereka, hubungan seperti itu antara Raja dengan menantunya sendiri tidak akan mengejutkan."

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
bottom of page