A Barbaric Proposal Chapter 104
- Crystal Zee

- 7 Okt
- 8 menit membaca
Diperbarui: 7 hari yang lalu
Peluang Setengah
[Liene] "Nyonya."
Liene menepis lalu menggenggam kembali tangan Nyonya Flambard. Gerakannya canggung karena tangannya dibalut perban.
[Liene] "Kalaupun desas-desus itu memang benar, tidak semua keturunan Gainers akan mengalami hal serupa. Lihatlah Lord Tiwakan. Ia pria yang terlihat mustahil akan mati. Tidak mungkin orang sesehat dia tiba-tiba jatuh sakit."
[Ny. Flambard] "Saya juga... saya juga ingin mempercayai ucapan Anda. Sungguh, saya sangat ingin percaya."
Mendengar perkataannya, membuat air mata Liene hampir tumpah. Ia menguatkan hati dan melepaskan tangan Nyonya Flambard.
[Liene] "Kalau begitu, tolong doakanlah. Agar tidak terjadi apa-apa, agar ini hanya kekhawatiran sia-sia. Bahkan, sungguh, seandainya Lord Tiwakan benar-benar sakit, aku akan tetap di sisinya. Aku akan lebih bahagia berada di sisinya daripada berpisah. Aku yakin akan hal itu."
[Ny. Flambard] "Putri..."
Air mata Nyonya Flambard menetes deras.
[Liene] "Jangan menangis, Nyonya. Kau tidak boleh seperti ini di depanku. Kau harus mendukungku."
Liene memberikan catatan tebal dan berat dari istana kepada Nyonya Flambard yang menangis tanpa suara.
[Liene] "Tolong carikan catatan tentang kematian para raja Gainers di sini. Kita akan tahu apakah mereka semua benar-benar meninggal muda karena sakit, atau tidak. Carilah sampai menemukan semua catatannya sebelum pergi."
Nyonya Flambard yang menangis nyaris tidak bisa mengangguk.
[Liene] "Astaga. Catatan kerajaan ini tidak boleh basah. Tolong hentikan tangisanmu."
Liene menyeka air mata Nyonya Flambard dengan perban yang melilit punggung tangannya.
Nyonya tidak boleh menangis. Kalau dirimu menangis, aku juga ingin menangis.
Aku tidak akan menangis karena hal yang belum pasti kebenarannya.
[Liene] "Segera mencari."
[Ny. Flambard] "...Baik, Putri."
Dengan bantuan Nyonya Flambard, catatan tentang tiga belas raja berhasil dikumpulkan.
Sembilan dari sembilan belas raja meninggal pada usia muda. Meskipun penyebab kematiannya tidak spesifik, ada catatan serupa yang tersisa. Raja-raja yang meninggal muda cenderung menolak bertemu orang dan menyembunyikan diri secara ekstrem. Mereka terkadang tertidur sangat lama, tetapi juga tidak bisa tidur selama berhari-hari. Ada banyak catatan tentang pencarian raja yang menghilang tanpa jejak di dalam istana.
Sembilan dari sembilan belas. Berarti peluang penyakit genetik terjadi hanya setengah.
***
[Wistard] "A-apa?"
Paman dari pihak ibu Laffit, Wistard, menutup rapat bibirnya seolah baru saja mencuri madu.
Bagian dalam dan luar Kerajaan Sharka sedang kacau karena kematian mendadak Pangeran Vasheyd. Di tengah kekacauan, istana kembali diguncang oleh kembalinya lima puluh tentara Vasheyd—tepatnya empat puluh sembilan—dalam kondisi tewas. Satu-satunya yang selamat kini dipenjara dan akan dihadapkan pada pengadilan kerajaan dalam beberapa jam untuk menceritakan semua yang terjadi.
Di tengah kekacauan, Putri Blini memanggil Wistard. Wistard memasuki istana Pangeran Vasheyd, berusaha keras agar tidak terlihat oleh siapa pun.
Istana Pangeran Vasheyd, yang kehilangan pangerannya, dipenuhi warna hitam sebagai tanda duka cita. Tempat tidur, meja, dan lemari semuanya ditutupi kain hitam. Begitu juga dengan potret pangeran. Bunga-bunga telah disingkirkan, dan jendela tertutup rapat.
Di istana yang pengap dan muram, hanya Putri Blini yang tampak mencolok, seindah bunga poppy. Pakaian dukanya tidak mengurangi sedikit pun kecantikannya yang mematikan.
Karena berada di kediamannya, Putri Permaisuri Blini tampak lebih santai dari biasanya. Ia bersandar di sofa dengan satu kaki diletakkan di bangku, dan roknya merosot, memperlihatkan kaki putihnya yang lurus dan terbuka.
[Blini] "Kenapa kau terus bertanya?"
Putri Blini menoleh dan mengangkat cangkir teh yang sudah setengah dingin. Meskipun ia menawarkan minuman, Wistard bahkan tidak berani menyentuh cangkirnya.
Perhatiannya tertuju pada pakaian duka yang terbuka di bagian leher. Setiap kali Putri Blini menarik napas pelan, dadanya yang muda dan segar naik turun.
[Blini] "Aku hanya mengatakan bahwa pria yang kau perkenalkan sebelumnya tidak berguna."
Meskipun istana kerajaan Sharka sudah lama terkenal bejat, kedatangan Putri Blini telah membuka lembaran baru. Ada desas-desus bahwa Putri Blini sendirilah yang membunuh Pangeran Vasheyd, dan raja menutup mata terhadap perbuatannya, sehingga Putri Blini tetap aman.
Hanya ada satu alasan mengapa raja menutup mata terhadap kematian putranya.
Mungkinkah karena tubuh Putri Blini yang terlampau indah?
Sejak awal, Putri Blini dikabarkan tidak tertarik pada suaminya. Ada desas-desus bahwa pangeran, yang tidak bisa mendapatkan Putri Blini, marah dan memanggil pelacur ke istana setiap hari.
Semakin pangeran bertingkah begitu, Putri Blini semakin terang-terangan bergaul dengan putra-putra muda dari saudara raja. Wistard juga putra dari saudara raja, tetapi ia tidak pernah mendapat kesempatan untuk bergaul dengan Putri Blini.
Putri Blini sangat pemilih soal penampilan pria yang bergaul dengannya. Mengetahui fakta itu, Wistard mengutuk ibunya dan Tuhan yang memberinya penampilan buruk.
[Wistard] "Keponakan saya... yang Anda inginkan, Yang Mulia Putri."
Wistard tergagap setelah beberapa lama.
[Wistard] "Anda yang lebih dulu mengatakan ada urusan dengannya..."
[Blini] "Aku hanya butuh orang yang berguna."
[Wistard] "Ba-bagaimana..."
[Blini] "Entahlah."
Putri Blini tertawa seperti mendengkur, mengaduk cangkir teh. Air di dalam cangkir tampak goyah, seolah akan tumpah di dadanya kapan saja.
[Blini] "Aku menjadi janda, jadi aku harus segera memilih suami baru."
[Wistard] "Itu..."
Wistard menelan ludah. Ia bingung apakah Putri Blini sedang mempertimbangkan dirinya sebagai calon suami berikutnya.
[Blini] "Aku masih belum bisa melupakan satu pria."
[Wistard] "Astaga..."
Wistard terdiam karena ucapan Blini yang tidak bisa dimengerti.
Melihat Wistard yang menutup mulut, Blini tersenyum seindah bunga. Pria di dunia ini—kecuali satu—semuanya mirip.
Itulah mengapa Blini lebih memilih pria yang mau mendengarkannya dengan baik sebagai suami. Pria yang cepat tanggap, tetapi tidak terlalu cerdas, dan tidak keras kepala.
Kecuali ia adalah pria yang akan menghangatkan tempat tidur saat bosan, penampilan sama sekali tidak penting. Wajah Laffit Kleinfelter memang cukup tampan, tetapi tidak memuaskan. Sebenarnya, pria mana pun akan sulit memuaskannya.
Hanya ada satu alasan Blini membawa Laffit Kleinfelter ke tempat tidur: karena ia memiliki keberanian tanpa disadari.
Namun, keberanian hanyalah keberanian. Laffit tertangkap karena tidak bisa menculik satu wanita dengan benar. Ia juga menjadi salah satu pria yang tidak berguna. Semakin ia kecewa pada para pria, semakin timbangan di hatinya miring ke satu sisi dengan ekstrem.
[Blini] "Wanita memang menyedihkan, karena pria pertama."
[Wistard] "Ah..."
Wistard bergumam ambigu.
Blini menyipitkan matanya.
[Blini] "Kejadiannya saat aku berusia dua puluh tahun. Aku ingin memilih pria pertamaku dengan tanganku sendiri."
Jadi, ia memilihnya. Atau mungkin takdir yang memilihnya. Pria yang ingin ia kunyah dan telan seluruhnya kebetulan muncul di tempat dan pada saat itu juga.
[Blini] "Seandainya saja dia seorang budak."
Dengan begitu, aku bisa memilikinya.
[Wistard] "Apa... dia melukai Anda, Yang Mulia?"
[Blini] "Melukai?"
Blini tertawa cekikikan.
[Blini] "Apa yang akan kau lakukan jika dia melukaiku?"
[Wistard] "Kalau begitu saya akan membalasnya."
Wistard memberanikan diri dan melontarkan kata-kata rayuan.
[Blini] "Hmm... membalasnya melampaui batasanmu. Bukan itu yang kuinginkan."
Blini mencibir. Pria yang mencoba bertingkah seperti pejantan seperti Wistard terasa konyol. Karena, bagaimanapun juga, Wistard tidak akan bisa membawa pria itu kepadanya.
Pria pertamaku. Pria yang terasa seperti kematian bagiku.
[Blini] "Aku hanya menginginkan hal kecil."
Blini perlahan menggerakkan kaki, memperlihatkan kulit telanjang. Mata Wistard; sudah sewajarnya; dengan liar mengikuti gerakan roknya
[Blini] "Akan segera ada persidangan, benar?"
[Wistard] "Be-benar..."
[Blini] "Aku tidak ingin mulut yang selamat setelah gagal dalam pekerjaannya mengoceh omong kosong. Dia pasti akan menyebut namaku, dan itu tidak adil. Aku tidak mendapatkan apa-apa."
[Wistard] "Kalau begitu... kalau begitu..."
Wistard menjadi bingung dan membuka mulutnya seperti orang bodoh.
Melihat kondisinya, Wistard orang yang patuh, tetapi tidak punya nyali.
Blini mendecakkan lidahnya dalam hati. Ia harus membangkitkan keberanian Wistard yang tidak ada.
[Blini] "Waktuku tidak banyak."
CUURR!
Blini menuangkan teh dingin ke dadanya.
[Wistard] "Oh... O-pakaian Anda basah..."
Wistard celingukan dengan panik. Blini mengulurkan tangan dan menarik ujung lengan baju Wistard.
Wistard memperhatikan adanya cincin kasar yang tidak cocok tersemat di ibu jari Blini. Melihat lebih dekat, Blini memutar cincin itu, menyembunyikan ornamen cincin ke arah telapak tangan.
[Blini] "Maukah kau menyekanya?"
Wistard menelan ludahnya. Tangannya yang gemuk menyentuh kain yang basah. Blini tertawa pelan dan membelai rambut cokelat Wistard yang kebetulan mirip dengan keponakannya.

Sesaat kemudian, Wistard meninggalkan istana Pangeran Vasheyd.
Hal berikutnya yang ia lakukan adalah menyuap penjaga penjara atas nama saudara raja.
Surat yang ditulis di penjara telah selesai. Pelayan Pangeran Dieren berangkat ke Kerajaan Sharka membawa surat itu. Pangeran Dieren harus bertahan sendirian untuk waktu yang tidak ditentukan sampai pelayannya kembali membawa jawaban.
[Black] "Tidak perlu."
Black mengamati Liene yang sibuk bergerak dengan ekspresi tidak senang dan tangan terlipat.
Liene sudah melepaskan perbannya. Berkat perawatan Black yang berlebihan, lukanya sembuh jauh lebih cepat dari biasanya. Ia masih mengenakan sandal alih-alih sepatu, tetapi kakinya tidak lagi terasa sakit.
[Liene] "Perlu."
Liene sedang menyiapkan makanan dan selimut untuk dikirim ke penjara Pangeran Dieren.
[Liene] "Kita tidak boleh membunuhnya. Kita harus menggunakan Grand Duke Alito."
Urusan yang melibatkan tiga negara cukup rumit. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, jaringan informasi Tiwakan bergerak sangat sibuk. Mereka harus memantau pergerakan Kerajaan Sharka dengan cermat sambil juga bersiap menghadapi niat Grand Duke Alito.
Fermos dan Black memperhitungkan kemungkinan terburuk.
Blini mungkin tidak akan menyerahkan cincin dengan mudah. Ia mungkin menyangkal semua yang telah dilakukannya dan berpura-pura tidak mengenal Pangeran Dieren. Jika itu terjadi, cara untuk menemukan cincin akan rumit, mereka harus menggunakan Grand Duke Alito.
Grand Duke Alito pasti akan berusaha merebut kembali putranya. Mereka harus memberi tahunya bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan putranya kembali adalah dengan mengembalikan cincin. Grand Duke mungkin menolak pertukaran dan mengirim pasukan, tetapi Fermos dan Black percaya Grand Duke tidak akan mengirim pasukan, mengingat sifatnya.
Pertama, jaraknya terlalu jauh. Kedua, dari sudut pandang Grand Duke, mengambil cincin dari putrinya, biayanya jauh lebih murah.
[Black] "Aku memastikan dia tidak akan mati. Dan Pangeran Dieren bukan satu-satunya yang bisa ditukar dengan cincin. Kita pasti akan menemukan yang lain di suatu tempat."
[Liene] "Tapi Pangeran Dieren adalah alat yang paling pasti. Dan bukan hanya luka fisik yang menyakitkan. Jika kita ingin menggunakan Grand Duke, kita harus menjadikan Pangeran Dieren sebagai sekutu terlebih dahulu."
Liene tidak salah. Black hanya tidak suka idenya.
[Black] "Baiklah. Kalau begitu, tidak bisakah aku yang pergi menemui Dieren?"
[Liene] "Dengan perasaanmu yang tidak menyukainya, kau tidak bisa. Kau tidak bisa menyembunyikan betapa kau membenci Pangeran Dieren."
[Black] "Dia pria yang tidak ada alasan untuk kusukai."
[Liene] "Aku juga tahu. Aku juga tidak punya alasan untuk menyukainya. Aku sudah tidak menyukainya sejak pertama kali bertemu. Dia tiba-tiba menilai wajah orang lain. Itu sama sekali bukan pujian."
[Black] "Sikap yang sangat bagus. Biarkan Dieren tetap menjadi pria yang kau benci."
[Liene] "Aku tidak menyukainya, tapi aku juga tidak membencinya."
Black mengerutkan alisnya dengan tidak senang.
[Black] "Bencilah dia. Perasaan selain benci tidak layak untuk pria sepertinya."
[Liene] "Kau sedang mencoba menggunakannya sekarang."
[Black] "...Aku tahu. Tapi aku tetap merasa tidak senang terkait perasaanmu terhadap Dieren."
Liene, yang merasa Black agak memaksa hari ini, bertanya dengan nada bercanda.
[Liene] "Kenapa kau sangat membencinya... Kau cemburu, ya?"
[Black] "......"
Black menghindar memberikan jawaban. Itu sama saja seperti jawaban.
Liene tertawa karena merasa konyol.
[Liene] "Kau aneh sekali. Apa aku bodoh? Aku tidak mungkin suka orang sepertinya. Pangeran Dieren melakukan hal mengerikan di Nauk."
[Black] "...Aku membenci Dieren karena kau tidak membencinya meskipun dia melakukan hal mengerikan."
[Liene] "Dan yang terpenting, aku memiliki dirimu. Pangeran Dieren bukan pria jelek, tetapi di sampingmu, dia terlihat sangat jelek. Sayang sekali, penilaianku sangat tepat."
[Black] "Kau memang berpikir dia bukan pria jelek."
Liene dapat dengan jelas melihat otot pipi Black sedikit berkedut.
Liene menepuk pipi Black dengan telapak tangannya.
[Liene] "Ya, seperti yang kukatakan, penilaianku tepat. Jika Pangeran Dieren tidak jelek, lalu seperti apa dirimu?"
Kedutan di pipi Black berhenti.
Liene terus tertawa.
Sungguh aneh dia mengatakan hal seperti itu.
Dia pasti tahu ucapan Liene tidak masuk akal. Namun, Black mengungkapkan perasaan yang sebenarnya terus terang. Seolah dirinya tidak punya pertahanan sama sekali terhadap Liene.
[Black] "Sebagai gantinya, aku akan ikut denganmu."
Setelah beberapa saat, Black menarik tangan Liene dan menggenggamnya.
[Liene] "Aku tidak pernah berpikir kau akan membiarkanku pergi sendirian."
Black tersenyum sejenak mendengar perkataannya.
Waktu bersama terasa begitu manis dan penuh kasih sayang. Penyakit genetik dengan peluang setengah tidak punya ruang untuk menetap di hati mereka.
JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar