A Barbaric Proposal Chapter 100
- Crystal Zee

- 17 Sep
- 8 menit membaca
Diperbarui: 21 jam yang lalu
Keberadaan Cincin
Liene sudah lama merenungkannya, tetapi satu hal yang ia yakini: ia tidak ingin mengubah hubungan mereka saat ini dengan alasan apa pun yang belum terjadi.
Jika kau jatuh sakit, aku akan sangat tertekan, tetapi rasa tertekan tidak akan lebih menyakitkan daripada kehilangan dirimu.
[Black] "Mengapa kau memasang ekspresi termenung saat berbicara?"
Liene tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ia mendekat, berbisik pelan di telinga Black.
[Liene] "Tentang kunci yang Kleinfelter sebutkan. Aku rasa aku tahu seperti apa wujudnya."
[Black] "Kunci?"
Black bertanya karena ia tidak tahu. Ia hanya terkejut.
[Black] "Aku dengar yang menculikmu adalah Komandan Pengawal. Apakah ia tahu tentang kuncinya?"
[Liene] "Bukan. Bukan dia. Aku mencarinya di Catatan Kerajaan."
[Black] "Informasi tentang kunci ada di catatan? Artinya, kunci itu seharusnya bukan rahasia."
[Liene] "Aku tidak tahu apakah kunci itu benar-benar terhubung dengan Kekuatan Dewa. Tetapi ada sebuah cincin milik keluarga kerajaan Gainers yang menyerupai kunci. Permata-permatanya disusun mengikuti lambang kerajaan, sehingga bentuknya memanjang seperti kunci."
[Black] "..."
Ekspresi Black sedikit berkerut.
[Liene] "Apakah kau sudah mengetahui tentang cincin berbentuk kunci?"
[Black] "Tidak... aku tahu cincin itu."
Anehnya, bayangan kesedihan muncul di wajah Black saat ia mengakui tahu tentang cincin tersebut.
[Liene] "Cincin seperti apa maksudmu?"
Tepat ketika Liene menanyakannya, Nyonya Flambard bergegas kembali dari kamar mandi.
[Nyonya Flambard] "Yang Mulia! Airnya sudah hangat. Mari kita segera ke kamar mandi."
Mendengar perkataannya, Black bangkit dari tepi tempat tidur dan mengangkat Liene ke dalam pelukannya.
[Black] "Kita akan membahas detailnya setelah kau mandi."
[Liene] "Aku jadi khawatir. Apakah ada cerita yang sangat menakutkan atau menyakitkan tersembunyi di baliknya?"
Setengah dari perkataan Liene adalah lelucon. Namun, Black tidak tersenyum.
[Black] "Aku juga khawatir."
[Liene] "Hah? Kenapa?"
[Black] "Aku takut Putri akan sangat sedih atau menjadi ketakutan setelah mendengar ceritanya."
Setelah mengucapkannya, Liene tidak bisa bertanya lebih lanjut.
Cerita apa yang ada pada cincin kerajaan Gainers yang mungkin bisa membuatnya sedih atau ketakutan?
Black mendudukkan Liene di tepi bak mandi. Ekspresi gelap tetap ada di wajahnya, membuat Liene tegang sepanjang waktu.
Setelah Liene masuk ke kamar mandi, terjadi sedikit perdebatan sengit.
Nyonya Flambard sudah menggulung lengan bajunya, siap untuk melayani Liene mandi, tetapi Black menyela. Ia berpendapat, karena Nyonya telah membantu Liene melepas pakaian, memandikan Liene adalah tugasnya.
Nyonya Flambard terlihat sangat tersakiti dan marah, dan Randall kebingungan.
Randall menahan Black yang hendak masuk ke kamar mandi.
[Randall] "Tuanku. Saya bicara bukan karena saya tidak peka, tetapi hanya untuk berjaga-jaga jika Anda lupa: Komandan Pengawal dan Kleinfelter belum tertangkap."
[Black] "Aku tahu. Aku sudah memerintahkan mereka untuk ditangkap."
[Randall] "Ya, tentu saja kami sedang mencari dengan giat, tetapi... apakah tindakan itu saja sudah cukup?"
Black yang Randall kenal tidak akan pernah bermalas-malasan ketika ada orang yang harus ditangkap. Meskipun memandikan istrinya yang tercinta sulit disebut kemalasan, tindakan Black jelas sangat berbeda dari sikapnya yang biasa.
[Black] "Kita sudah memotong perantara mereka (Baiyar)."
Baiyar adalah otak yang merencanakan segalanya. Karena Baiyar telah ditangkap, Weroz atau Laffit tidak bisa berbuat banyak.
Berkat Fermos, rakyat Nauk sepenuhnya mengerti bahwa Kleinfelter-lah dalang di balik hilangnya Liene. Tidak ada bangsawan yang bergegas menyelamatkan Ternan Kleinfelter, yang tergantung di Alun-Alun Dewa.
Masalah yang akan datang adalah kegilaan yang tak terhindarkan dari Putri Blini, tetapi masih akan terjadi beberapa waktu ke depan. Sekarang, Black tidak punya alasan untuk mengorbankan waktu yang bisa ia habiskan di sisi Liene.
[Black] "Jika ada masalah, tangani sendiri. Jika kau tidak bisa mengatasinya, panggil Fermos."
[Randall] "Tidak, apa yang Anda maksud! Tentu saja saya bisa mengatasinya. Baiklah, Tuanku!"
Randall, yang terlambat menyadari situasinya, membungkuk dengan hormat dan segera menghilang.
[Nyonya Flambard] "...Karena keinginan Anda begitu kuat, saya akan mengalah kali ini."
Setelah Randall pergi, Nyonya Flambard juga tidak bisa lagi menghentikan Black.
[Nyonya Flambard] "Putri memiliki kecenderungan untuk mengabaikan luka-luka kecil, jadi saya percaya Duke Tiwakan akan merawatnya dengan baik."
[Black] "Aku akan merawatnya."
Black masuk ke kamar mandi.
Melihat punggungnya, Nyonya Flambard merasa sedikit sedih, seolah-olah Liene telah direbut, namun juga senang melihat Liene begitu bahagia.
[Nyonya Flambard] "Aku harus menyiapkan pakaiannya."
Nyonya Flambard menggelengkan kepala pelan dan menuju ke kamar tidur.
[Liene] "Keduanya belum tertangkap?"
Percakapan di luar kamar mandi terdengar hingga ke dalam.
[Black] "Kau tidak perlu khawatir. Mereka akan segera tertangkap, dan meskipun butuh waktu, mereka tidak akan bisa melakukan banyak hal."
Seperti sebelumnya, Liene duduk di tepi bak mandi dengan handuk melilit dirinya. Ia tidak masuk ke dalam bak karena luka-luka di kakinya.
Black menggulung lengan bajunya dan mendekat.
[Liene] "Hmm, aku tidak khawatir. Tapi, kurasa..."
[Black] "Kurasa apa?"
[Liene] "Kurasa Nyonya Flambard akan lebih baik melayaniku mandi sekarang."
Black mengabaikan permintaan sopan Liene untuk pergi.
[Black] "Kau salah."
[Liene] "Aku benar. Aku lupa tidak bisa masuk ke dalam bak mandi."
[Black] "Apakah tidak bisa masuk ke bak mandi sebuah masalah?"
[Liene] "Ya. Aku malu bahkan ketika berada di dalam air, dan aku lebih malu lagi sekarang."
[Black] "Kalau begitu masuklah. Aku tidak berniat menyerah."
[Liene] "Aku tidak bisa. Kakiku sakit."
Dengan begitu banyak goresan, kakinya pasti akan terasa perih jika terkena air.
[Black] "Kalau begitu mari kita lakukan dengan cara lain."
[Liene] "Bagaimana caranya?"
Black melepaskan pakaian luar dan sepatunya, lalu mengangkat Liene ke dalam pelukannya.

[Liene] "Ah, apa yang akan kau lakukan?"
[Black] "Memasukkanmu ke dalam bak mandi."
Black melangkah ke dalam bak sambil menggendong Liene. Ia menjadikan tubuhnya sebagai tempat duduk untuk Liene, lalu dengan hati-hati mengangkat kaki Liene dan menyandarkannya di tepi bak mandi.
[Liene] "Ah..."
Ia belum pernah memikirkan cara mandi seperti ini. Masuk ke bak mandi bersama juga tidak terduga.
Handuknya tipis, airnya hangat. Perasaannya terus menjadi aneh.
[Liene] "Ini (posisi dipangku di dalam air)... terasa lebih memalukan."
[Black] "Bukankah kau bilang kau malu karena aku bisa melihatmu?"
[Liene] "Yah... iya."
[Black] "Tidak ada yang terlihat sekarang."
Apa maksudmu tidak ada yang terlihat?
Dan masalahnya sekarang bukan karena ada yang terlihat. Masalah yang lebih besar adalah tubuh Liene menggunakan Black sebagai tempat duduk.
Ini sangat aneh. Bukankah air hangat seharusnya membuatku merasa nyaman dan mengantuk? Aku bahkan tidak bisa bernapas. Aku terlalu menyadari keberadaan pria ini.
Black mengangkat tangannya, dan suara air memercik dengan lembut. Ia menuangkan air hangat sedikit demi sedikit ke kaki Liene, yang bersandar di tepi bak.
[Black] "Lukamu membuat hatiku sakit."
[Liene] "Ah... jangan mengucapkan kata-kata itu sekarang. Ini situasi yang berbahaya."
[Liene] "Sakitnya baru terasa sekarang, tetapi aku bahkan tidak menyadari rasa sakitnya saat terluka."
Bibir Black menekan bagian belakang leher Liene.
[Black] "Jangan pernah berpikir untuk berjalan dengan kaki yang terluka lagi. Aku akan menggendongmu ke mana pun."
Liene tidak merasa geli, tetapi tubuhnya terus tersentak.
[Liene] "Apakah kau akan menggendongku sepanjang hari? Kau pria yang sibuk, kan?"
[Black] "Aku akan melakukannya. Tugas terpenting bagiku saat ini adalah merawat dirimu."
Ah... dia berlebihan.
Liene menelan ludah dan mengangkat topik lain.
[Liene] "Kita harus menyelesaikan cerita yang tadi. Apa cerita menyakitkan yang terkait dengan cincin?"
[Black] "...Aku belum ingin menceritakannya."
Black, yang perlahan memijat dan membersihkan kaki Liene yang terluka, kini membenamkan bibirnya ke bahu Liene yang telanjang.
[Black] "Tidak bisakah kita menunggu sampai selesai mandi?"
[Liene] "Kenapa?"
[Black] "Karena aku takut kau menjadi ketakutan."
Alasannya terdengar agak lucu.
Seberapa menakutkan ceritanya hingga membuatku ketakutan? Pria ini melebih-lebihkan, dan sama sekali tidak cocok untuknya.
[Liene] "Bukankah alasanmu terdengar tidak masuk akal? Jika insiden terkait cincin terjadi bertahun-tahun lalu, tidak mungkin aku akan ketakutan."
[Black] "Aku lebih suka kalau kau marah."
Napasnya yang panas, bercampur desahan, mengalir di sepanjang garis bahu Liene.
[Black] "Bagaimanapun, mari kita bicarakan setelah selesai mandi. Aku belum siap menghadapi Putri yang ketakutan."
[Liene] "..Tidak. Ceritakan sekarang."
Tingkah Black terlalu aneh.
Mengapa ia terus mengatakan hal-hal seperti itu?
Perkataannya juga membuat Liene menjadi cemas.
[Liene] "Jika menundanya tidak akan mengubah apa pun, ceritakan sekarang. Itu akan lebih baik."
Black berhenti menciumnya.
[Black] "Kalau begitu janjikan satu hal padaku."
[Liene] "Apa?"
[Black] "Jika kau merasa harus melakukan sesuatu, kau harus marah."
[Liene] "...? Bagaimana jika aku tidak marah?"
[Black] "Dirimu yang tidak marah akan jauh lebih menakutkan bagiku."
...Aku tidak mengerti. Apa yang dibicarakan pria ini?
Black dengan lembut membelai kaki Liene yang menjulur keluar dari bak. Rasa perih ketika air menyentuh kakinya kini sudah tidak terasa.
[Liene] "Aku sama sekali tidak mengerti mengapa kau memintanya, tetapi aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuk marah jika situasinya mengharuskan."
[Black] "Ingat, kau sudah berjanji."
Black menarik Liene lebih dekat ke tubuhnya di dalam air, lalu perlahan memulai kisahnya.
[Black] "Cincin Raja. Cincin yang dikenakan seorang Raja yang sedang memegang takhta."
Cincin itu diberikan kepada Pangeran Fernand oleh Sir Henton, ksatria yang melarikan diri dari tempat perburuan, tempat Raja Pembrovin dibunuh.
Cicin itu merupakan simbol Gainers dan menetapkan identitas seorang Raja. Raja Pembrovin meletakkan beban Nauk kepada putranya yang lemah dan berusia delapan tahun.
[Black] "Melindungi cincin cukup sulit bagiku saat itu."
Ia ditinggalkan di antara mayat-mayat, sekarat, ketika kelompok pedagang yang lewat menemukannya.
Area dekat perbatasan Nauk, yang merupakan istana terkaya di selatan hingga saat itu, selalu ramai dengan perdagangan.
Bantuan datang dengan biaya. Kelompok pedagang itu mengambilnya, berharap dirinya bisa pulih, dan kemudian menjualnya kepada seorang pedagang budak di Kota Blue Warren.
[Black] "Aku tidak punya tempat untuk menyimpan cincin, jadi aku memasukkannya ke dalam luka. Luka di samping tubuhku."
Nada bicaranya tenang, tetapi Liene gemetar tak terkendali. Tak bisa hanya duduk diam, ia berbalik dan memeluk bahu Black erat-erat.
[Liene] "Bagaimana... kau bisa menahan rasa sakitnya? Pasti sangat sakit."
[Black] "Rasa sakitnya tidak berlangsung lama. Lukanya bernanah, dan aku ketahuan. Juga, aku menghargai pelukanmu, tetapi kakimu terendam air sekarang."
[Liene] "Tidak apa-apa. Kakiku tidak sakit lagi."
Rasa sakit seperti ini tidak bisa disebut sakit. Kau mengalami hal yang mengerikan. Sendirian, pada usia delapan tahun. Ketika aku sakit, ada kau di sisiku. Aku punya banyak orang untuk bermanja-manja. Bagaimana aku bisa menyebut luka ini sakit?
[Black] "Meskipun begitu, kau tidak boleh membiarkan kakimu terendam. Kau akan menderita nanti, meskipun tidak terasa sekarang. Penyembuhannya juga akan melambat."
Black meraih kakinya yang basah, mengubah posisi Liene, dan menyandarkannya kembali di tepi bak mandi. Sebelum melakukannya, Black membungkuk dan meninggalkan ciuman singkat dan mendebarkan di tulang mata kakinya.
Ciuman Black lebih menyakitkan daripada luka di kakinya, membuatnya merasa seperti akan menangis.
[Black] "Jangan lupakan janjimu untuk marah."
Suara Black terdengar pelan di belakangnya. Liene menggertakkan gigi dan menahan air mata.
[Black] "Cincinnya dicuri."
Pedagang budak mengambil cincinnya.
Ia menderita luka bernanah cukup lama. Pikirannya berubah beberapa kali. Ia ingin bertahan hidup dan merebut kembali apa yang dicuri, tetapi ia juga ingin menyerah begitu saja.
[Black] "Aku mencari kesempatan dan melarikan diri."
Ia memanfaatkan pengawasan yang longgar saat lukanya masih dalam proses penyembuhan. Ia tidak memiliki tujuan. Ia hanya merasa harus bergerak. Ia merasa bahwa jika ia tetap tinggal, ia akan kalah.
[Black] "Atau mungkin aku hanya tidak ingin hidup sebagai budak."
Ia hidup dalam pelarian, atau lebih tepatnya, dalam kebebasan, sampai ia tumbuh besar dan dewasa.
Pada usia empat belas tahun, ia berbohong tentang usianya dan bergabung dengan kelompok tentara bayaran kecil.
[Black] "Kelompok tentara bayaran jarang bertahan lama. Aku harus berpindah afiliasi berulang kali, kadang-kadang bertahan tiga atau empat tahun, kadang-kadang hanya setahun atau dua tahun."
Pada usia tujuh belas tahun, senjata tidak lagi terasa berat. Medan perang lebih akrab baginya daripada kota. Kira-kira saat itulah nama Black lahir.
Kemudian, kelompok tentara bayaran tempat ia bergabung kalah dalam pertempuran. Separuh tewas, dan separuh lainnya selamat sebagai tawanan perang. Tawanan yang tidak mampu membayar tebusan biasanya dijual ke pedagang budak.
Pedagang budak yang membeli empat tentara bayaran, termasuk dirinya, kebetulan adalah pedagang budak yang sama dari Kota Blue Warren.
[Black] "Aku beruntung."
Black tersenyum singkat dan menceritakan kisah bagaimana keempat tentara bayaran menggulingkan kediaman pedagang budak.
Memilih barang dengan kualitas tinggi seperti mereka ternyata menjadi malapetaka bagi pedagang budak itu. Menghadapi para penjaga yang disewa adalah pekerjaan mudah bagi empat tentara bayaran yang cakap.
Black mengetahui keberadaan cincin dari pedagang budak, yang gemetar dan memohon belas kasihan. Ia mengatakan cincin itu sudah lama dijual. Pada awalnya, pedagang budak tidak mengenalinya, yang membuat Black menyadari betapa banyak penampilannya telah berubah.
Hari itu, di usia delapan belas tahun, adalah saat ia mendapatkan empat pengikut. Tiga adalah tentara bayaran yang ditangkap bersamanya, dan satu adalah budak yang membantunya melarikan diri. Dialah Fermos.
Dengan kelompok beranggotakan lima orang, mereka berpindah-pindah di antara medan perang yang menguntungkan selama beberapa tahun, dan jumlah mereka terus bertambah.
Pada saat ia berusia dua puluh tiga tahun, orang-orang mulai menyebut kelompok yang ia pimpin dengan nama Tiwakan.
JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar