A Barbaric Proposal Chapter 65
- Crystal Zee

- 19 Agu
- 8 menit membaca
Diperbarui: 18 Okt
Pendekatan (1)
Nyonya Flambard adalah orang yang paling repot jika pakaian Liene rusak. Tapi setiap kali Liene mencoba membantu, ia selalu menolak, berkata ia tidak akan pernah berhenti melakukan tugas untuk sang Putri selama matanya masih bisa melihat, termasuk mencuci pakaiannya.
[Liene] "Ini hanya jus buah, jadi sedikit bilasan sudah cukup."
Tapi Nyonya Flambard menggelengkan kepalanya dengan cepat, matanya penuh emosi.
[Nyonya Flambard] "Saya tidak tahu. Jika jus buah, justru lebih sulit dihilangkan. Bisa saja meninggalkan noda."
[Liene] "Oh. Aku tidak sadar. Maafkan aku."
[Nyonya Flambard] "Pertama, lepas pakaian Anda, Putri. Membersihkan jus buah seperti perlombaan melawan waktu. Kita harus segera membersihkannya."
Mendengar itu, Liene merasa semakin bersalah.
...Maafkan diriku. Sebenarnya sudah menempel sejak lama.
Nyonya Henton menangis begitu banyak. Liene ingin menawarkan saputangan, tapi ia tidak membawanya, jadi ia malah menyodorkan ujung gaunnya. Wanita itu awalnya tampak terkejut, tapi ia tidak punya pilihan selain menyeka wajahnya. Berkat bantuan Liene, ia berhasil tenang dengan cepat.
[Liene] "Aku akan berganti pakaian sekarang."
[Nyonya Flambard] "Ya. Cepatlah, Putri."
Nyonya Flambard meraih bahu Liene, menyuruhnya berbalik sambil melepaskan tali gaun dari belakang.
[Nyonya Flambard] "Saya sengaja mendandani Anda dengan gaun yang cantik hari ini, tapi saya rasa tidak bisa dihindari. Anda harus memakai pakaian berwarna gelap hari ini. Ah, pakaian seperti itu terlalu praktis untuk terlihat bagus."
[Liene] "Aku tidak keberatan. Tapi mengapa Nyonya ingin aku memakai gaun yang itu?"
[Nyonya Flambard] "Bukankah sudah jelas? Karena Anda terlihat cantik dengan gaun itu."
[Liene] "Nyonya tahu aku tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu. Tidak masalah."
[Nyonya Flambard] "Apa maksudnya tidak masalah?"
Saat ia melepaskan gaun Liene, tangannya melambat.
[Nyonya Flambard] ".....Anda perlu berbaikan."
[Liene] "Ah..."
Tampaknya, bahkan di mata Nyonya Flambard, Liene dan Black terlihat sedikit menjauh sejak insiden pakaian pernikahan yang robek kemarin.
...Kalau dipikir-pikir, aku belum meminta maaf pada Nyonya Flambard.
Padahal Nyonya Flambard adalah orang yang paling bekerja keras untuk pakaian itu.
[Liene] "Maafkan aku, Nyonya."
[Nyonya Flambard] "Mengapa Anda meminta maaf kepada saya? Anda seharusnya berbaikan dengan Lord Tiwakan."
[Liene] "Aku tahu, tapi... Aku merusak pakaian itu, dan tahu betapa kerasnya Anda bekerja untuk memperbaikinya."
[Nyonya Flambard] "Tidak apa-apa, Putri. Anda juga sudah berusaha. Tapi sekarang, masalah pakaian pengantin menjadi sedikit rumit. Bagaimana Anda berencana mendapatkan yang baru dalam waktu sesingkat ini?"
Itu memang masalah.
[Liene] "Tidak bisa dihindari. Aku harus menjual beberapa perhiasan. Aku punya kalung yang bersedia kulepaskan. Seharusnya harganya cukup bagus untuk memesan satu set pakaian yang indah."
[Nyonya Flambard] "Oh, Anda tidak sedang membicarakan liontin safir, kan? Yang sangat disayangi mendiang Yang Mulia seumur hidupnya?"
[Liene] "Aku tidak punya apa-apa lagi selain itu."
[Nyonya Flambard] "Tapi, Putri!"
Nyonya Flambard tidak bisa menahan air matanya dan menangis dengan keras.
[Nyonya Flambard] "Bagaimana Anda bisa berbicara untuk menjualnya begitu saja? Itu kalung yang sangat berharga!"
Kalung yang mereka bicarakan adalah kalung yang sangat disayangi ibu Liene saat masih hidup. Kalung itu diberikan oleh ayahnya kepada ibunya setelah mereka bertunangan dan melambangkan persatuan mereka sebelum pernikahan.
Liene memejamkan matanya rapat-rapat, berbicara dengan nada yang sengaja dingin dan tegas.
[Liene] "Tapi kita tidak bisa menjual tongkat kekuasaan raja."
[Nyonya Flambard] "Putri!"
[Liene] "Kita tidak punya banyak waktu, jadi kita harus cepat. Cari kain yang paling cocok, Nyonya. Dan jangan khawatir tentang harganya. Fokus saja pada kualitasnya."
[Nyonya Flambard] "Putri, apakah Anda benar-benar....akan menjualnya?"
[Liene] "Ya."
Bahkan saat memikirkan ibunya sekarang, Liene merasa bersalah. Bagi Black, semua kenangan tentang ayahnya akan ternoda oleh kematiannya. Jadi, menyimpan sesuatu yang mengingatkan pada ibunya terasa seperti dosa, terutama jika kenangan itu sedikit bahagia.
[Nyonya Flambard] "Tolong pertimbangkan lagi, Putri...Jika kita cari, kita mungkin bisa menemukan barang lain yang layak dijual."
[Liene] "Nyonya."
Nyonya Flambard mundur, ragu-ragu mendengar suara Liene yang begitu dingin.
[Nyonya Flambard] "Ya, Putri."
[Liene] "Pergi dan panggil tukang perhiasan. Aku ingin Nyonya menghubunginya hari ini juga."
[Nyonya Flambard] "Putri..."
[Liene] "Aku ingin melakukan semua yang kubisa untuk pernikahan ini. Dan aku tidak ingin Nyonya mengatakan apa-apa lagi."
[Nyonya Flambard] "Baiklah...Saya mengerti."
Menyeka air matanya, Nyonya Flambard membantu Liene berganti pakaian dengan gaun lain. Gaun cokelat dari kain tebal yang tidak berhias terasa kasar saat disentuh. Melihat dirinya di cermin, entah mengapa Liene merasa ia terlihat sangat membosankan dan canggung.
[Black] "...Sialan."
Black meludah, terlihat sangat frustrasi. Menyadari kegelisahannya, semua orang di ruangan itu menatap orang yang duduk di depan Black.
Orang itu adalah Klimah yang tidak tahu apa yang sedang terjadi, dan bahunya terlihat sangat lunglai.
Setelah Klimah menghilang, ia mencoba bersembunyi lagi. Klimah ditemukan dan ditangkap di sebuah rumah kosong, di dekat pantai Sungai Ebet. Hingga sepuluh tahun lalu, keluarga Spelding, keluarga bangsawan yang cukup terpandang, menyebut tempat itu sebagai rumah mereka, tetapi mereka akhirnya meninggalkan Nauk setelah tidak mampu bertahan dari kekeringan yang berkepanjangan.
Dan tentu saja, dengan rumah kosong yang tidak terurus, tempat itu rusak dan hancur. Semakin besar rumahnya, semakin jelas kehancurannya ketika akhirnya runtuh.
Di bawah perintah Black untuk menahan Klimah, Fermos membuat rencana untuk memancingnya keluar daripada menggeledah seluruh Nauk. Di situlah rumah kosong itu berperan.
Fermos menyusun tempat itu seolah-olah Tiwakan menggunakannya sebagai benteng baru. Ia menempatkan penjaga, pengintai, memasang bendera—segala macamnya. Kemudian, ia menyebarkan kabar bahwa Tiwakan menyandera tahanan di sana.
Dan terlepas dari kekhawatiran awal mereka bahwa rumor itu tidak akan menyebar cukup cepat, Klimah tiba di sana keesokan paginya.
Merasa puas rencananya berjalan lancar, Fermos membawa Klimah ke hadapan Black, seperti yang diminta. Dan Black mendengar semua yang Klimah ceritakan kepada Liene secara rinci.
[Black] "Aku sudah menduga, tapi—"
Black bergumam pada dirinya sambil mengusap dahi. Para prajurit Tiwakan yang berdiri di ruangan bersamanya saling melirik canggung. Mereka sudah cukup mengenal Black, dan firasat mereka mengatakan, entah mengapa, penampilannya saat ini sangat tidak bisa didekati daripada ketika ia memegang pedang.

[Black] "Sial...Bagaimana cara memperbaikinya?"
[Fermos] "Ini.....bukanlah hal buruk, Tuanku."
Tidak tahan dengan suasana ruangan yang tegang, Fermos berbicara untuk kebaikan semua orang.
[Fermos] "Bahkan jika Putri tahu segalanya tentang masa lalu, ia tetap setuju dengan pernikahan. Dan fakta bahwa ia terus menyangkal pernah bertemu pelayan ini, berarti ia tidak berniat mempermasalahkan masa lalu."
[Black] "Dan jika ia mempermasalahkannya?"
[Fermos] "Maaf?"
Black menatap Fermos dengan tatapan tajam—seperti pecahan es yang melesat lurus ke arahnya.
[Black] "Jika pada akhirnya akan menyebabkan masalah bagi Putri, maka semuanya akan berubah."
[Fermos] "Oh..."
Pada saat itu, Fermos menyadari betapa bodoh dirinya. Bagi Black, pernikahan ini bukan lagi sekadar pertanyaan. Apa pun yang akan terjadi di masa depan, pernikahan ini pasti akan dilaksanakan.
Titik.
Sebuah fakta yang tidak bisa diganggu gugat. Namun, kini yang menjadi pertanyaan utama adalah, seberapa harmoniskah pernikahan mereka nantinya?
[Black] "Putri sudah tahu ia tidak bisa menghindari pernikahan ini."
Yang berarti, dari sudut pandangnya, hal terbaik yang bisa Liene lakukan adalah berpura-pura tidak tahu apa-apa tentang masa lalu, diam-diam menutupinya.
Dengan begitu, keenam keluarga tidak akan pernah mengetahui cerita lengkapnya, sehingga tidak ada alasan untuk menargetkan Black dengan cara yang sama, seperti mereka 'membunuh' Pangeran Fernand muda. Dan Black tidak perlu menyusahkan diri sendiri karena mereka.
[Black] "Ia tahu secara logika bahwa ia tidak bisa menghindari pernikahan ini, tapi hatinya mungkin tidak bisa menerima kenyataan itu."
Black masih bisa mengingat bagaimana Liene terlihat saat menghancurkan pakaian pernikahan, sambil memegang gunting di tangan berlumuran darah.
Tindakannya memang dramatis dan membekas, tetapi tatapan matanya begitu kosong. Tatapan tanpa emosi itu benar-benar mengejutkannya, dan bayangan itu terus menghantuinya. Ia sudah mencoba berpikir keras, tetapi tidak ada penjelasan yang mampu menyelaraskan ingatan itu di benaknya.
[Black] "Seharusnya aku tetap diam saja soal pertunangan di masa lalu...? Tidak, diampun juga tidak akan ada gunanya."
Sama seperti ia sama sekali tidak menyangka kemunculan kembali Henton dan Manau, ia tidak bisa menjamin bahwa masa lalu akan tetap tersembunyi. Rahasia bisa terungkap dari mana saja, kapan saja.
Ia kira ia sudah semakin dekat dengan Liene, melakukan yang terbaik untuk mempersempit jarak di antara mereka, tapi sekarang rasanya Liene lebih jauh dari jangkauan daripada saat awal mereka bertemu.
Black menghela napas, berdiri dari tempat duduknya.
[Black] "Aku tidak punya pilihan. Aku harus memulai dari awal lagi."
Melihat Black terlihat sedikit lebih tenang, Fermos dan prajurit lainnya merasa ketegangan terlepas dari dada mereka.
Pria yang mereka ikuti, sosok yang seperti Dewa Perang bagi mereka, selalu cepat dalam mengambil keputusan. Black selalu tahu persis kapan harus maju dan kapan harus mundur. Jadi, jika tidak bisa dihindari, ia harus mundur.
Tapi sekarang berbeda. Seperti yang ia katakan, Liene tidak punya cara untuk lari dari pernikahan ini. Begitu Pertemuan Dewan Agung selesai, keluarga-keluarga yang terikat pada Perjanjian Risebury akan tenang dan keluarga Kleinfelter akan menghilang dari negeri ini.
Tidak ada yang bisa mengganggu pernikahannya dengan Liene sekarang. Tidak ada satu pun tempat Liene bisa melarikan diri atau sekutu yang bisa membantunya kabur.
Dan begitu tidak ada lagi "lalat" yang berkerumun, barulah ia bisa fokus sepenuhnya untuk memenangkan hati Liene.
[Black] "...Masalahnya adalah aku tidak tahu caranya."
Menelan napas, ia merasakan rasa pahit di mulutnya.
[Black] "Aku harus kembali."
Ia tidak bisa terus-menerus terjebak di tempat yang sama. Suka atau tidak, ia harus menghadapinya dengan cara terbaik yang ia ketahui, bahkan jika harus mundur.
[Fermos] "Bagaimana dengan pelayan itu?"
[Black] "Ah..."
Kepalanya dipenuhi begitu banyak pikiran tentang Liene sehingga benar-benar lupa Klimah ada di sana.
[Black] "Tergantung. Apa yang ingin kau lakukan?" Black bertanya saat ia mendekati Klimah.
[Klimah] "Saya...saya hanya ingin ibu saya aman."
[Black] "Ibumu akan tinggal di Kastil Nauk untuk saat ini. Sampai Kleinfelter diurus, kastilah tempat teraman baginya. Apakah kau ingin bersama dengannya di kastil?"
[Klimah] "Saya..."
Klimah duduk dengan mulut terbuka. Jelas sekali ia tidak pernah dimintai pendapat sebelumnya, jadi ia tidak pernah mempertimbangkan untuk menjawab pertanyaan seperti ini.
[Black] "Atau kau bisa kembali ke Kuil."
[Klimah] "Kuil..."
[Black] "Kau bisa melakukannya jika kau suka di sana. Jika tidak, maka tidak harus."
[Klimah] ". . ."
Kata-kata itu hanya membuatnya semakin sulit menjawab. Sudah terlalu lama ia tidak memikirkan apa yang ingin ia lakukan atas kemauannya sendiri, bukan apa yang diperintahkan kepadanya.
[Black] "Pikirkan baik-baik. Kau punya banyak waktu. Sampai saat itu, tinggallah saja dengan ibumu dan bicaralah dengannya."
[Klimah] "Bicara dengan ibu saya... Ah, ya! Saya akan melakukannya."
Untuk sesaat, ekspresi Klimah tampak sedikit cerah.
[Black] "Bergegaslah."
Mengangguk sekali, Black memberi isyarat kepada Fermos.
[Fermos] "Ya, Tuanku."
Dan seperti itu, semua orang mulai membuat persiapan untuk kembali ke kastil. Keramaian dan kesibukan prajurit Tiwakan adalah pemandangan biasa—seperti orang-orang yang bergegas pulang setelah hari yang sibuk.
Dan lucunya, waktunya sangat pas. Setelah pergi menemui tukang perhiasan seperti yang diminta Liene, Nyonya Flambard bertemu dengan rombongan Tiwakan yang kembali ke kastil.
[Nyonya Flambard] "Tidak...Bukankah itu si pelayan?"
Saat diam-diam mengagumi postur Black yang tegak saat duduk di atas kudanya, Nyonya Flambard menyadari orang lain yang membuatnya terkejut. Ia juga mendengar kabar bahwa wanita yang merusak pakaian pernikahan itu adalah ibu si pelayan.
Tampaknya, seluruh kekacauan ini terkait dengan keluarga Lord Tiwakan yang menghilang beberapa tahun lalu. Liene menghindari berbicara secara spesifik, tetapi apa pun itu, itu menjamin ibu si pelayan lolos dari hukuman atas apa yang telah ia lakukan.
[Nyonya Flambard] "Apakah pelayan itu juga akan masuk ke kastil? Saya kira ia membunuh Imam Besar."
Nyonya Flambard memiringkan kepalanya, berjalan menuju Black.
Situasi mengenai pelayan itu bukan urusannya, tetapi Nyonya Flambard merasa perlu mengatakan sesuatu. Tentang hal lain, lebih tepatnya.
Pada saat itu, Nyonya Flambard benar-benar yakin bahwa Black dengan tulus mencoba memenangkan hati Liene. Ia sudah mengatakannya kepada sang Putri berkali-kali, Black terus melakukan hal-hal yang tidak akan dilakukan seorang pria kecuali ia memiliki ketulusan sejati untuk seorang wanita.
[Nyonya Flambard] "Lord Tiwakan."
Ekspresi Black berubah begitu ia menyadari Nyonya Flambard mendekatinya.
[Black] "Apa yang terjadi?"
Ketegangan aneh terlintas di wajahnya yang tanpa ekspresi. Itu cukup mengejutkan Nyonya Flambard sehingga ia secara impulsif mengambil langkah mundur setelah melihatnya.
Untuk sesaat, Nyonya Flambard bertanya-tanya mengapa tatapan mata Black bisa berubah begitu tegang. Namun, begitu mendengar ucapan Black, ia segera menyadari alasan di balik perubahan ekspresinya yang begitu mendadak.
[Black] "Apakah Putri baik-baik saja?"
Oh. Ia berpikir hal buruk mungkin terjadi pada Putri.
Karena tidak mungkin Nyonya Flambard menghampiri Black lebih dulu, kecuali jika ada hal mendesak yang terjadi pada sang Putri dan membutuhkan perhatian Black.
[Nyonya Flambard] "Putri ada di Kantor Raja. Tidak ada hal khusus yang terjadi."
[Black] "Oh..."
Dan begitu saja, ketegangan itu hilang. Sekarang Black terlihat jauh lebih manusiawi dari sebelumnya. Nyonya Flambard menepuk tangan di dadanya sebelum melanjutkan.
[Nyonya Flambard] "Apakah Anda punya waktu sebentar? Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Anda. Secara pribadi jika memungkinkan."
Black, yang ekspresinya tampak paling dingin di antara semua pria yang ada, hanya mengangguk dengan tenang. Ia turun dari kudanya, menyerahkan kendali kepada Fermos.
[Black] "Bawa pelayan itu dan masuk duluan. Antarkan ia kepada ibunya."
[Fermos] "Ya, Tuanku."
Dengan perintah, para tentara bayaran pergi dengan Klimah. Begitu ia memastikan sekeliling mereka kosong, Black menoleh.
[Black] "Kau bisa berbicara sekarang."
[Nyonya Flambard] "Ah...ya. Yang ingin saya katakan adalah...."


Komentar