top of page

A Barbaric Proposal Chapter 121

  • Gambar penulis: Crystal Zee
    Crystal Zee
  • 2 hari yang lalu
  • 7 menit membaca

Perang Semua Pihak (1)

Dug dug dug dug!

Di tepi pantai yang sunyi setelah matahari terbenam, terdengar suara kuda berlarian. Suara itu awalnya pelan, tetapi tak lama kemudian menjadi sangat bising hingga memekakkan telinga.

[Garda] "Di sana!"

Tempat asal suara tapak kaki kuda adalah sebuah penginapan yang besar dan megah, tak kalah dengan istana. Cahaya sudah menyala di setiap kamar penginapan mewah. Pintu masuk dan taman yang luas pun terang benderang seperti siang hari karena semua lampu menyala.

Hiiiiik!

Kuda meringkik dengan liar saat talinya ditarik. Mereka yang menunggang kuda sampai ke penginapan adalah Garda Kerajaan.

Garda yang turun dari kuda berteriak ke dalam penginapan.

[Garda] "Buka pintunya! Ini perintah Raja!"

[Pekerja] "...... Hah? Perintah Raja?"

Para pekerja penginapan yang tinggal di sana terkejut, bergegas berlari menghampiri.

[Garda] "Buka pintunya! Di mana tamu yang menginap di sini? Di mana mereka?"

[Pekerja] "Tentu saja para tamu ada di kamar. Tapi mengapa Raja memerintahkan untuk datang ke penginapan kami..."

[Garda] "Bagus."

Garda Kerajaan saling pandang.

[Garda] "Kita tidak perlu repot-repot masuk. Paksa mereka keluar. Siapkan busur!"

[Pekerja] "Hah? Busur?"

Para pekerja terkejut dan melambaikan tangan sebagai penolakan. Sementara itu, Garda mengambil sebuah lentera yang tergantung di pintu masuk, lalu membakar kain berminyak yang dililitkan di panah.

[Pekerja] "Aduh! Jangan! Jangan api!"

Para pekerja berteriak putus asa karena menyadari niat Garda. Namun, panah itu melesat tanpa perasaan menembus udara.

Pshh! Ting!

Panah menembus jendela dan masuk ke penginapan.

Wuurrr!

Api yang menjalar ke tirai pun berkobar.

[Pekerja] "Aaaah! Kebakaran!"

[Pekerja] "Jangan lanjutkan! Mengapa Anda membakar penginapan kami yang tidak bersalah! Hentikan! Kumohon!"

[Garda] "Minggir. Kalian mengganggu."

Garda mendorong para pekerja yang mencoba menghentikan mereka dan terus menembakkan panah yang dibakar.

Pshh! Wuurrr!

Api berkobar di sana-sini. Gelombang panas meluap dan menjalar ke tirai, karpet, dan benda-benda lain yang mudah terbakar.

[Pekerja] "Ya Tuhan! Kebakaran!"

[Pekerja] "Api! Api!"

[Pekerja] "Ambil ember air! Dari mana datangnya api ini!"

Kekacauan menyebar seiring dengan api. Garda Kerajaan berdiri di tempatnya dan menghunus senjata. Niat mereka adalah menebas siapa pun yang melarikan diri.

[Garda] "......?"

Namun, sebagian besar orang yang berlari keluar gedung tanpa alas kaki adalah para pekerja.

[Garda] "Mustahil mereka semua tertidur pulas pada jam segini... Hah? Mengapa?"

Garda saling bertukar pandang lagi. Para pekerja sibuk membawa ember air dan memadamkan api. Seseorang berlari untuk membangunkan pemilik penginapan yang tinggal di bangunan lain.

[Garda] "Jangan-jangan mereka tidak ada?"

Diketahui bahwa Tiwakan menyewa seluruh penginapan. Raja Sharka telah memutuskan untuk mengambil tindakan lebih dulu sebelum waktu perjanjian tiba. Namun, sepertinya Tiwakan telah meninggalkan penginapan.

[Garda] "Sial... Kita harus masuk dan memeriksanya."

[Garda] "Sialan."

Garda Kerajaan dengan enggan melangkahkan kaki menuju penginapan yang mereka bakar dengan tangan mereka sendiri.

Dan benar saja, Tiwakan tidak ada di sana.

Bulan di tengah malam telah terbit.

Di pantai yang tak jauh dari penginapan, teronggok mayat-mayat. Mayat-mayat itu adalah Garda Kerajaan yang membakar penginapan.

[Black] "Apakah ada yang terlewat?"

Black bertanya sambil membersihkan darah di pedangnya.

[Tiwakan] "Tidak. Tidak ada."

[Black] "Ada yang terluka?"

[Tiwakan] "Tidak sampai terluka parah. Hanya goresan di kulit."

[Black] "Bagus."

Black menoleh, menaksir waktu dengan melihat bulan.

[Black] "Empat jam lagi sampai matahari terbit. Fermos sudah sampai di mana?"

[Tiwakan] "Empat jam sudah cukup. Dia pasti sudah sampai di perbatasan."

[Black] "Waktunya pas sekali."

Black menunjuk mayat Garda Kerajaan.

[Black] "Pakai baju zirah mereka. Kita mulai lebih dulu."

[Tiwakan] "Baik, Tuanku."

Tiwakan dengan cepat mengganti baju zirah dengan mayat-mayat Garda Kerajaan. Baju zirah Garda Kerajaan Sharka relatif lebih ringan dibandingkan milik Tiwakan.

Setelah mengenakan helm dan jubah, Tiwakan benar-benar terlihat seperti Garda Kerajaan. Walaupun ada keluhan bahwa sepatu mereka tidak pas, tetapi karena jumlah mayat dua kali lebih banyak, selalu ada sepatu yang cocok.

[Liene] "...... Aku juga akan memakainya."

Black dengan cepat membalikkan bahu karena suara yang tiba-tiba terdengar di belakangnya. Sudut mulutnya mengeras.

[Black] "Dari mana kau datang? Sudah aku bilang kau tidak boleh berada di dekat sini."

Liene tidak perlu melihat proses pembuangan mayat. Black memintanya bersama Klima di tempat yang aman, tetapi Liene tidak tinggal diam.

[Liene] "Aku tidak bisa. Ini bukan perang yang akan kau lakukan sendirian. Pakaikan baju zirah ini padaku. Aku tidak tahu cara memakainya."

[Black] "Tidak bisa. Jika ikut maka kau akan menghambat kami."

Black sengaja memotong perkataan Liene dengan dingin.

[Liene] "Aku tahu. Aku tahu kau tidak membutuhkanku sekarang. Aku mungkin seharusnya ada di Nauk. Tetapi, bersembunyi sendirian di suatu tempat terasa lebih berbahaya. Mulai sekarang ini adalah perang. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi."

[Black] "Fakta bahwa Putri yang selamat adalah hal yang paling aku butuhkan saat ini."

[Liene] "Ya. Aku akan selamat. Itu sebabnya aku ingin ikut. Pikirkan alasan kita memulai perang. Kita mencari cincin, bukan? Aku tidak bisa bertarung sepertimu, tetapi aku bisa mencari cincin."

[Black] "Itu bukan alasan untuk memakaikan baju zirah kepada Putri."

[Liene] "Dengan memakai baju zirah, aku bisa berada di depan matamu. Kau bisa terus memastikan bahwa aku aman."

[Black] "Tapi..."

Black menghela napas di sela giginya.

[Black] "Putri. Aku..."

[Liene] "Tempat paling aman bagiku adalah di sisimu. Bukankah begitu?"

[Black] "......"

Alis Black berkerut. Ia bukannya tidak mengerti apa yang dikatakan Liene. Ketika mereka berangkat ke Sharka, ia tidak menyangka pencarian cincin akan berujung pada perang. Jika tahu, ia tidak akan pernah berpikir untuk membawa Liene.

Namun, sekarang mereka bersama. Jika tidak bergegas, mereka akan dikejar oleh Garda Kerajaan. Dalam situasi ini, Black tidak yakin apakah pilihan yang tepat untuk menjauhkan Liene dari pandangannya, meskipun itu tempat yang paling aman. Black juga tidak melupakan kejadian yang telah menimpa Liene sebelumnya.

[Black] "...... Kau tidak boleh terluka. Nyawa Putri adalah nyawaku."

Kalimatnya jauh lebih berat dan penuh kasih daripada sekadar mengatakan bahwa tidak boleh terjadi sesuatu pada Liene.

[Liene] "Aku juga ingin mengatakan hal yang sama. Nyawamu adalah nyawaku. Jadi, lindungi nyawamu dengan baik."

Akhirnya, Liene pun mengenakan baju zirah Garda Kerajaan. Usaha para pelayan wanita yang menyiapkan pakaian pria untuk Liene terbayarkan. Setelah mengenakan baju zirah di atas pakaian pria, ukurannya tidak terlalu longgar.

Klima justru menghadapi masalah yang lebih besar daripada Liene. Karena tubuhnya lemah, Klima terlihat terhuyung saat mengenakan baju zirah. Namun, tidak ada yang bisa menghentikannya. Klima pun ingat apa yang terjadi pada Liene saat tidak berasa di sisinya.

Tiwakan, yang kini menjadi Garda Kerajaan, berangkat menuju istana.

Melewati gerbang istana yang sudah pernah mereka lewati sebelumnya adalah hal yang mudah. Kunci keberhasilannya adalah membuat gerbang terbuka dengan mengenakan seragam Garda. Mereka memotong leher penjaga yang mencurigai identitas mereka dengan cepat untuk membungkam teriakan.

Tiwakan segera bergerak menuju istana utama tempat Raja berada. Untungnya, belum ada yang menyadari identitas mereka, tetapi mayat-mayat itu akan segera ditemukan.

Rencananya adalah menemukan Blini sebelum mereka ketahuan. Informan mengatakan bahwa kediaman Putri Blini telah dipindahkan ke istana utama setelah ia tertangkap saat mencoba melarikan diri.

[Liene] "Aku akan pergi ke istana terpisah bersama Sir Renfel."

Ketika jalan yang pernah ia datangi sebelumnya terlihat, Liene dengan cepat meraih Black. Pipi Liene memerah karena helm terus menekan kepalanya, sehingga ia harus mendongak dengan susah payah.

Black berpikir hal itu terlihat menggemaskan tanpa alasan, bahkan saat berada di tengah-tengah wilayah musuh.

[Black] "...... Ya?"

[Liene] "Aku tidak punya pekerjaan di sini sekarang. Aku akan melakukan apa yang bisa kulakukan."

Black mengernyitkan alis seolah tidak percaya.

[Black] "Kata-katamu berbeda dari yang tadi. Kau yang bilang tidak boleh jauh dari pandanganku."

[Liene] "Bagaimana jika kita mengukurnya dengan jarak? Di sini tidak terlalu jauh, kan?"

[Black] "Mengapa kau ingin pergi ke istana terpisah?"

[Liene] "Aku harus berbicara dengan Ratu Dileras."

[Black] "Membicarakan apa? Meskipun Ratu Sharka lebih rasional daripada Raja, situasinya sangat berbeda sekarang."

[Liene] "Aku tahu. Tapi Ratu Dileras memiliki kepentingan yang selaras dengan kita. Aku tidak boleh mengabaikan fakta itu."

Black mengunyah bibirnya di dalam helm.

[Black] "Jujur padaku. Apakah itu alasan kau ingin ikut?"

[Liene] "Aku tidak bisa menyangkalnya. Tapi aku tidak merasa apa yang kukatakan salah. Aku berpikir aku bisa melakukan tugasku karena kau ada di sini."

[Black] "......"

Black merenungkan sejenak. Sebentar lagi, pertempuran melawan Garda Kerajaan dalam jumlah besar akan dimulai di tempat ini. Keberadaan Liene tidak akan membawa kebaikan.

[Black] "Sebagai gantinya, bawa Randall. Aku tidak bisa berkompromi dalam hal itu."

[Liene] "Baiklah."

Ia ingin mencium Black di mana saja, tetapi tidak mungkin karena mereka berdua memakai helm. Selain itu, akan aneh jika ada yang melihat.

[Liene] "Nanti, saat kita sudah melepas helm, mari kita berciuman."

Ketika Liene dengan cepat berbicara dan berbalik, Black langsung meraih tangannya.


A Barbaric Proposal Ch 121: Perang Semua Pihak (1). Raja Sharka menyerang penginapan, memicu Black untuk memulai perang lebih dulu! Black, Liene, Klima, dan Tiwakan menyamar sebagai Garda Kerajaan untuk menyusup ke istana. Liene berpisah untuk menemui Ratu Dileras. Baca terjemahan novel korea, ligh novel dan web novel.

[Black] "Kau hanya mengatakannya lalu pergi begitu saja?"

[Liene] "Aku tidak bisa melakukannya sekarang, kan?"

[Black] "...... Kau berutang padaku."

[Liene] "Mengapa aku berutang?"

[Black] "Karena aku pasti akan menagihnya."

Black melepaskan tangannya.

[Black] "Hati-hati."

[Liene] "Kau juga, jangan terluka."

Liene dan Klima berbelok arah. Black memanggil Randall, menunjuk kedua orang itu, dan membisikkan sesuatu di telinganya.

[Black] "Jika Liene terluka, kau akan mati."

[Randall] "...... S-saya akan melakukan yang terbaik."

Randall yang seketika merinding, bergegas mengejar kedua orang itu.

Klang!

Terdengar suara pedang dari suatu tempat. Black yang mengamati punggung Liene lalu menoleh ke arah suara.

[Black] "Dimulai."

Itulah awal dimulainya perang

[Randall] "Ini perintah Raja. Kami diperintahkan untuk menyampaikan pesan kepada Yang Mulia Ratu."

Istana terpisah sunyi setelah lewat tengah malam. Sebagian besar orang sedang tidur, hanya dua penjaga malam yang berjaga di pintu yang masih terbangun.

Sepertinya berita tentang apa yang terjadi di istana utama belum sampai ke istana terpisah.

[Penjaga] "Pada jam segini?"

[Randall] "Raja mengatakan ini urusan mendesak."

Tiga Garda Kerajaan tiba-tiba mengunjungi istana terpisah pasti karena urusan mendesak. Para penjaga mengangkat tombak yang menghalangi pintu tanpa berpikir panjang.

Rombongan Liene hendak masuk ke istana terpisah.

[Penjaga] "...... Tunggu sebentar."

Tetapi salah satu penjaga memanggil mereka. Dia punya intuisi yang tajam. Sungguh disayangkan intuisi sangat tepat.

[Penjaga] "Ada yang aneh... Mengapa kalian memakai helm jika datang dari istana utama? Apakah kalian benar-benar datang dari istana utama?"

[Randall] "Tentu saja."

Randall menjawab dengan tenang sambil memegang tombak yang miring ke arah mereka.

[Penjaga] "Lepas helm kalian. Kalian tidak bisa menutupi wajah di depan keluarga kerajaan..."

Buk!

Randall mencengkeram tombak, tidak mengubah arahnya, dan langsung menusuk leher penjaga. Penjaga itu jatuh tanpa berteriak.

[Penjaga Lain] "Apa...! ...Uhuk..."

Penjaga yang lain mengangkat tombak dan menyerang. Namun, Klima lebih cepat. Meskipun wajahnya pucat dan keringat bercucuran, Klima meraih siku penjaga dari belakang.

[Randall] "Bagus sekali."

Dalam jeda singkat ketika gerakan penjaga terhenti, Randall menusuk leher penjaga dengan ujung tombak. Kedua penjaga langsung tumbang.

[Randall] "Anda tahu di mana kamar Ratu?"

Randall melepas helmnya. Memang sulit untuk terus memakai helm di dalam istana. Klima mengikuti Randall melepas helmnya.

[Randall] "Putri, Anda harus tetap pakai helm. Jika Anda tahu jalannya, silakan pimpin."

[Liene] "Ya. Aku tahu. Lewat sini."

Istana terpisah memang tidak kecil, tetapi tidak sulit menemukan tempat yang pernah Liene kunjungi. Setidaknya, jauh lebih mudah daripada mencari jalan di labirin yang tersembunyi di balik sembilan air terjun.

Liene mulai melangkah cepat, mengikuti arah ingatannya.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
bottom of page