top of page

Bastian Chapter 111

  • Gambar penulis: Crystal Zee
    Crystal Zee
  • 7 Okt
  • 5 menit membaca

Saat Malam Tiba

Odette menatap meja dengan hati yang berat. Di sana, terdapat tumpukan kecil uang kertas, koin, dan barang berharga lainnya. Tumpukan hartanya terlihat menyedihkan, dan ia melihat sekeliling ruangan, putus asa mencari apa pun yang bisa dianggap bernilai.

Odette telah memberikan sebagian besar tabungan dari dua tahun terakhir kepada Tira, dalam upaya untuk mengeluarkan adik perempuannya dari kota dan membawanya ke tempat aman. Sehingga tidak menyisakan banyak untuk rencana pelarian Odette sendiri. Ia membalik-balik ruang belajar, mencari setiap sudut kecil dan menemukan pena dengan inisialnya dan kotak tempat tinta perak.

Setelah Tira pergi dan akhirnya aman, Odette berencana untuk melarikan diri juga. Dengan tekad, Odette mengemasi kembali kotak tabungannya. Jumlah uangnya cukup untuk saat ini, untuk bersembunyi di suatu tempat tepat di luar perbatasan.

Tidak mungkin Odette bisa tinggal, mengetahui niat Bastian untuk menghamili Odette lalu merebut anaknya. Bastian sama sekali tidak menunjukkan pertimbangan perasaan Odette. Dengan perlakuan kejamnya, Bastian menjadi buta untuk mendapatkan seorang anak.

Odette terisak setiap saat sebelum kehilangan kesadaran, hanya untuk kembali pada kenyataan saat bobot Bastian menekannya. Penyatuan brutal yang berlangsung berhari-hari.

Odette menghapus pikiran itu dari benaknya saat menempatkan kotak tabungan di tempat persembunyian—di kompartemen rahasia di bagian bawah laci yang terkunci. Ia menyimpan kunci di buku puisi yang ada di rak.

Dengan hati yang cemas sudah ditenangkan, Odette pergi ke jendela. Cahaya bulan malam menyinari jalan masuk. Dorongan untuk melarikan diri saat itu juga melonjak sekuat sebelumnya, tetapi Odette harus menahan diri. Bastian terlalu menyadari tindakan Odette, dan Odette tidak ingin merusak rencananya dengan kecerobohan.

Untuk saat ini, estate adalah tempat teraman. Odette membuka jendela, membiarkan aroma harum bunga heath yang mekar—yang disarankan oleh Count Xanders—menguar masuk.

"Jika kau butuh bantuan, jangan ragu untuk meminta," Count Xanders telah mengatakan padanya, tetapi harapan itu fana dan telah meleleh ke dalam malam.

Bagaimana Odette bisa meminta bantuan Xanders untuk melarikan diri dari seorang suami yang menuntut anak darinya sebagai balas dendam atas pengkhianatan Odette? Semuanya ia lakukan untuk melindungi adik perempuan yang telah melumpuhkan ayah mereka.

Tidak ada orang lain yang bisa Odette mintai bantuan. Dirinya benar-benar sendirian. Kebenaran yang terasa seperti duri di dadanya.

Gonggongan anjing menyadarkan Odette dari pikirannya. Margrethe telah bangun dari tidur siang di dekat perapian. Anjing itu bangkit dan mendekati Odette dengan ekor bergoyang. Odette memeluk Margrethe.

"Tidak apa-apa, Meg."

Odette memberikan ciuman di atas kepala Meg. Menikmati kenyamanan kecil yang diberikan Margrethe, ia melihat kembali ke pemandangan malam, diselimuti senja yang memudar. Pemandangan di luar jendela yang terlihat semakin terbatas, dan Odette melihat kilauan mobil datang di jalan masuk.

Malam akhirnya tiba....

Odette menyadari terlalu cepat. Mobil itu melaju menuruni jalan, berhenti di pintu masuk depan di tempat Odette tidak bisa melihat. Ia tidak perlu melihat untuk tahu siapa orang di dalam mobil.

Merasa gemetar, Odette melepaskan Margrethe dan menutup jendela. Ini akan menjadi malam yang panjang.

"Surat Müller sudah tiba, Tuan. Suratnya datang dengan pos malam."

Suara kepala pelayan, yang memberikan laporan, terdengar di sela napas kasar dan erangan mereka yang semakin cepat.

Bastian berhenti dalam dorongannya dan melihat ke pintu kamar tidur. Pasti penting karena Lovis tidak menunggu waktu yang lebih tepat. Odette berhenti meringis di tempat tidur saat Bastian menarik diri dan berdiri.

"Baiklah," kata Bastian ke arah pintu kamar tidur.

Bastian menatap ke bawah pada Odette yang merintih di tempat tidur. Bukan rahasia bagi semua pelayan bahwa Bastian suka menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama istrinya, yang berfungsi untuk meredam rumor perselisihan dalam pernikahan mereka. Di atas segalanya, Bastian menikmati fakta bahwa Odette menganggap rumor itu memalukan.

Tatapan Bastian bergeser ke bawah, mengamati tubuh Odette yang gemetar saat sang istri terengah-engah. "Letakkan surat itu di kamarku. Aku akan segera ke sana."

Ini tidak bisa disebut percintaan. Tidak ada cinta di dalamnya, lebih seperti melakukan gerakan yang diperlukan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Napas Bastian semakin cepat, namun wajahnya tetap tenang saat ia menatap punggung Odette yang pucat di bawahnya. Napas Odette yang terengah-engah kesakitan menjadi pemanis baginya.

Di cermin meja rias, Bastian melihat sekilas pertemuan mereka, membuatnya menutup mata, melawan gairahnya yang tidak terkendali. Ketika ia membukanya, ia bertemu tatapan turquoise Odette yang berlinang air mata melalui cermin. Odette menatapnya, matanya kosong dan ekspresinya tenang seperti air yang diam.

Mata Bastian berkedip sebentar dan kemudian menatap ke dalam kegelapan sebelum memfokuskan kembali pada tempat tidur. Ia tidak membiarkan Odette beristirahat.

Ia mungkin terlalu banyak menikmatinya, tetapi melihat air mata Odette membasahi seprai hanya mempercepat Bastian menyelesaikan urusannya.

Odette mengeluarkan jeritan kesakitan, Bastian membiarkan Odette jatuh ke tempat tidur, pinggul sang istri dirusak dengan memar baru. Campuran kepuasan dan kasihan berputar di dalam diri Bastian saat merasakan keputusasaan yang memancar dari tubuh Odette yang gemetar.

Bastian mengambil waktu sejenak untuk mengatur napas. Ia terlihat dingin dan tak berperasaan, kontras mencolok dengan gairah yang ia tunjukkan sebelumnya. Ia ingin melakukannya lagi. Wanita kecil penakut di tempat tidur, terlalu lemah untuk mencegah nasib yang menimpanya, membuat Bastian semakin bersemangat saat melihat tubuh Odette yang gemetar, tetapi Bastian punya urusan bisnis yang harus diselesaikan.

Saat Odette terbaring tidak sadarkan diri, berjuang untuk bernapas dan tidak mampu mengumpulkan kekuatan untuk menggerakkan jari, Bastian berbalik dan meninggalkan tempat tidur. Setelah mengosongkan gelas yang diisi dengan air di meja rias, ia mengenakan pakaiannya dan memeriksa dirinya di cermin. Tidak ada jejak orang gila yang telah membuat Odette putus asa, dan ia tersenyum pada dirinya sendiri.

Bastian berjalan ke kamarnya sendiri tanpa pernah melihat ke belakang. Dari pintu yang sedikit terbuka, Odette mendengar suara sabar kepala pelayan, dan Bastian menjawab singkat. Meskipun Odette tidak bisa menangkap percakapan mereka, tampaknya Müller sedang menunggu tanggapan dari Bastian. Karena Bastian memprioritaskan pekerjaan perusahaan di atas segalanya, malam mereka mungkin berakhir di sini.

Dengan secercah harapan, Odette mengumpulkan kekuatan untuk mengangkat tubuhnya yang lelah. Saat kepala pelayan pergi, keheningan menyelimuti ruangan.

Bastian tampak sepenuhnya fokus pada pekerjaan. Pada saat itu, Odette memasuki kamar mandi dan melangkah ke shower. Suara air yang mengalir bergema melalui kegelapan yang sunyi.

Sudah larut malam saat Bastian kembali. Tempat tidur kosong. Bastian tidak khawatir saat menutup pintu. Odette selalu bisa diprediksi.

Ia berjalan melintasi ruangan, duduk di dekat perapian untuk menyalakan rokok. Ia bisa mendengar suara air mengalir yang keras—suara shower. Saat Bastian merokok, ia melihat dokumen yang dikirim Müller kepadanya.

Konsesi kereta api yang menghubungkan Felia dan Belov seharusnya dikontrakkan dengan ikatan pada kedua keluarga kerajaan, tetapi ada masalah, dan semua orang terseret ke dalam perang penawaran, bahkan perusahaan ayah Bastian.

Bastian melihatnya sebagai kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dua tahun lalu, dan dewan setuju. Ayah Bastian—jika berhasil— bertujuan untuk menggunakan koneksi Count Ellis sebagai ayah mertua, semuanya akan jatuh ke tempatnya seperti kartu domino.

Bastian melempar proposal ke perapian, dan meskipun rokoknya sudah habis sampai ke puntungnya, Odette masih belum keluar dari shower.

Ia mengeluarkan rokok lain dan menuju pintu kamar mandi. Tidak ada suara lain selain suara shower. Bastian mendorong pintu hingga terbuka dan tidak menyangka akan disambut oleh kegelapan total, sehingga pria itu menjangkau ke dalam dan menyalakan lampu, membuat kamar mandi dalam cahaya hangat.

Bastian tersenyum saat melihat Odette meringkuk di bak mandi, memeluk lututnya, dengan kulit pucat kebiruan yang memilukan.

Sudah berapa lama Odette duduk di bawah air dingin membeku?

Odette tidak mendongak sampai Bastian mematikan air. Kemudian, mata mereka bertemu, masing-masing dengan suhu yang berbeda.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
bottom of page