top of page

A Barbaric Proposal Chapter 112

  • Gambar penulis: Crystal Zee
    Crystal Zee
  • 15 Okt
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 7 hari yang lalu

Keberangkatan

[Liene] "Kita akan mengubah waktu tidur lagi?"

Ciuman yang dimulai di kantor raja berlanjut hingga ke kamar tidur. Saat itu masih sore, matahari belum terbenam. Terlalu dini untuk tidur.

[Black] "Ada cara lain."

Black menjawab sejenak, bibirnya menggigit lembut kulit halus di leher Liene.

[Liene] "Apa?"

[Black] "Kita akan bermesraan mulai sekarang sampai waktu kita biasa tidur. Dengan begitu, waktu tidur tak akan berubah."

Liene menarik telinga Black, seolah terperanjat mendengarnya.

[Liene] "Apa... Berapa jam kau ingin kita menghabiskan waktu di ranjang?"

[Black] "Sepertinya memang harus begitu. Kita tidak tahu berapa lama perjalanan ke Sharka akan memakan waktu, kan?"

[Liene] "Lalu?"

[Black] "Aku akan merindukannya. Waktu kita berduaan."

Bibir yang sempat terpisah sebentar, kembali menempel dengan cepat.

[Liene] "Jadi, kau ingin kita melakukannya sebanyak mungkin selagi bisa?"

[Black] "Aku tidak menyangka ucapan seperti itu akan keluar dari mulut Putri. Terasa asing dan menggoda."

Black menyipitkan matanya dengan ekspresi samar-samar, membuat Liene ikut merasa tergoda.

...Yah, kami memang sedang melakukan sesuatu yang menggoda.

[Liene] "Kenapa ucapanku terdengar menggoda?"

[Black] "Tidak mungkin ucapan 'melakukan sebanyak mungkin' tidak menggoda."

Black tertawa kecil dan mengangkat lengan Liene ke atas. Gaun luar Liene terlepas dalam sekejap, membuat rambutnya menjadi acak-acakan.

Liene tidak tahu, tetapi Black sangat menyukai pemandangan itu. Liene yang melihat Black melalui rambut yang acak-acakan, dengan pipi memerah, dan tersenyum malu-malu.

Sejauh yang Black tahu, itulah pemandangan paling memesona di dunia.

[Liene] "Kau sepertinya suka kalau rambutku berantakan."

Liene tahu. Black kini perlahan-lahan merapikan rambutnya yang acak-acakan sambil bertanya.

[Black] "Bagaimana kau tahu?"

[Liene] "Kau hanya menatapku. Padahal tadi kau sibuk sekali."

[Black] ...Apakah aku melakukannya?

[Black] "Sepertinya aku terpesona karena dirimu terlalu cantik."

[Liene] "Wah, bagaimana kau bisa mengatakan hal seperti itu?"

Liene terkikik dan mendorong bahu Black. Black ambruk ke ranjang, dan Liene merangkak naik ke dadanya. Liene yang menindih tubuhnya seperti kasur, mengacak-acak rambut Black.

[Liene] "Aku harus melihat apakah aku juga menyukainya."

[Black] "Rambutku pendek, jadi tidak akan terlalu berantakan."

[Liene] "Benar. Sayang sekali."

[Black] "Apakah kau ingin aku memanjangkannya?"

[Liene] "Tidak. Aku tidak suka jika dahimu tidak terlihat. Padahal dahimu sangat cantik."

Liene meregangkan tubuh dan mencium dahi Black.

[Liene] "Di sini juga ada bekas luka, hanya aku yang tahu."

Bibir Liene menyentuh alisnya.

[Liene] "Dan kau punya tulang pipi yang sangat indah."

Ciuman mendarat di kedua tulang pipi Black. Saat Black menikmati sensasi menggelitik, Liene mencium pangkal hidungnya.

[Liene] "Hidungmu juga sangat tampan."

[Black] ... Sejauh mana wanita ini mencoba merayuku?

Black menahan napas dan menunggu ciuman berikutnya.

[Liene] "Ah, aku tidak tahu, tapi philtrummu juga lumayan."

Sentuhan bibir Liene di antara hidung dan bibirnya terasa aneh. Black memegang pinggang Liene saat merasakan sensasi kesemutan di lengan dan kakinya.

[Black] "Kau tidak menyukai bibirku?"

[Liene] "Mustahil."

[Black] "Kalau begitu cium aku."

Liene, yang tadi mencium Black di mana-mana, tiba-tiba menunjukkan wajah sedikit malu.

[Liene] "Kenapa tiba-tiba kau memintanya?"

[Black] "Hanya teringat saat kita pertama kali berciuman. Saat itu aku juga sedang berbaring di ranjang."

Itu saat Black terluka karena panah.

[Liene] "Apakah kau selalu teringat masa itu setiap kali dirimu berbaring?"

[Black] "Tidak selalu, hanya kadang-kadang."

Liene mendesah manis sambil melepaskan kancing kemeja Black.

[Liene] "Aku mengatakan ini karena kau sudah sembuh total, tapi kau yang tertembak panah saat itu adalah hal yang baik."

Black tidak bisa menahan tawa dan tubuhnya sedikit tersentak.

[Black] "Apakah Putri juga bisa mengatakan hal seperti itu?"

Jika Black mengatakan hal yang sama, Liene pasti akan langsung berubah muram dan memarahinya, bertanya bagaimana bisa ia mengatakan seseorang terluka merupakan hal baik.

[Liene] "Hmm... Biasanya aku tidak bisa. Tapi sekarang aku sedang melepaskan kemejamu."

Liene, yang pandai mengucapkan kata-kata menggoda, merentangkan kemeja yang semua kancingnya sudah terlepas ke kedua sisi. Black memeluknya, menyesuaikan posisi mereka, dan berkata.

[Black] "Kau belum menciumku."

[Liene] "Tunggu sebentar. Aku hanya takut jika melakukannya sekarang, akan terlalu sensual. Aku akan melakukannya setelah menahan diri sebentar."

[Black] "Apa ada alasan untuk menahan diri?"

Tidak ada. Mereka juga tidak bisa menahan diri. Black menarik leher Liene dan menyatukan bibir mereka lebih dulu. Liene merentangkan kedua tangannya dan membalas pelukan Black.

Malam masih jauh. Setiap menit dan detik sebelum bulan terbit adalah waktu bagi mereka berdua.

[Flambard] "Astaga, Anda mau pergi ke mana?"

Kedua nyonya yang datang ke kamar tidur untuk melayani Liene memasang pakaian baru, baru mendengar kabar keberangkatan saat itu juga.

[Henton] "Ya ampun. Kerajaan Sharka? Sepertinya bukan tempat di sebelah Kuil Agung..."

[Flambard] "Putri. Anda belum pernah keluar dari Nauk sejak Anda lahir. Kereta akan berguncang, tempat tidur akan tidak nyaman, dan Anda mungkin akan sakit karena air yang berbeda... Apa Anda harus pergi?"

Nyonya Flambard khususnya gelisah karena khawatir.

[Liene] "Ya. Aku harus pergi."

Liene menepuk punggung tangan Nyonya Flambard seolah ingin meyakinkannya.

[Liene] "Ini urusan yang sangat penting. Mungkin hal yang paling penting sejak aku mengenakan mahkota."

[Flambard] "Astaga, ada hal yang lebih penting lagi? Tapi Anda sudah melangsungkan pernikahan."

[Liene] "Hmm... Ini beberapa kali lipat lebih penting daripada pernikahanku. Oh, tapi tolong rasahasiakan itu dari dari Lord Tiwakan, ya."

[Flambard] "Aduh, tentu saja. Tapi apa hal lain yang sepenting itu?"

Liene tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

[Liene] "Akan aku ceritakan setelah kembali."

Mereka memutuskan untuk menjaga rahasia untuk saat ini. Jika kunci itu salah, Nyonya Flambard tidak akan bisa pulih dari kekecewaan.

[Flambard] "Anda tidak bisa memberi tahu saya? Mana bisa begitu."

Nyonya Flambard tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya.

[Liene] "Maaf, Nyonya. Aku akan segera kembali."

[Flambard] "...Jika Putri tidak ada, istana yang luas ini akan terasa kosong."

[Liene] "Hanya sebentar. Dan Nyonya juga bisa beristirahat selagi aku pergi."

[Flambard] "Kenyamanan fisik tidak ada artinya. Tidak sebanding dengan kehadiran Putri."

Nyonya Flambard akhirnya mulai berkaca-kaca.

[Flambard] "Anda harus segera kembali. Nauk tanpa Putri, bahkan hanya sebentar, bukanlah Nauk yang sebenarnya."

[Liene] "Tidak..."

Liene hendak tertawa dan berkata, "Tidak mungkin begitu." Ia kemudian berhenti.

Apakah yang dikatakan Nyonya adalah hal yang ingin aku ketahui dengan meninggalkan Nauk?

...Ya. Aku akan pergi dan mengetahuinya.

[Liene] "Ya. Aku akan berusaha keras."

Setelah berpikir begitu, Liene ingin segera berangkat.

[Liene] "Nyonya Henton, ah bukan, tapi Nyonya Renfell... mungkin akan merasa lebih hampa. Sir Renfell juga ikut."

Nyonya Henton melambaikan tangannya dan tertawa. [Henton] "Sama sekali tidak. Saya justru senang. Rasanya seperti anak saya akhirnya melakukan sesuatu yang berguna. Semuanya berkat Putri."

[Liene] "Sir Renfell telah menjadi sosok yang sangat diperlukan. Itu berkat Nyonya."

[Henton] "Saya sudah bersyukur hanya dengan Anda mengatakannya."

Sekarang saatnya bersiap untuk berangkat.

[Liene] "Bantu aku berkemas. Aku perlu pakaian yang bagus, tapi aku juga butuh pakaian yang nyaman untuk menunggang kuda. Aku mungkin harus memakai pakaian pria."

[Henton] "Apa? Pakaian pria untuk Putri? Apakah itu masuk akal?"

[Flambard] "Tidak masuk akal. Saya tidak tahu, tapi Kerajaan Sharka pasti akan berhias dan berpakaian mewah. Apa yang akan terjadi jika Putri kita mengenakan pakaian pria?"

Ada sedikit perselisihan antara dua nyonya selama proses persiapan.

[Liene] "Uh..."

Waktunya untuk berangkat telah tiba. Liene, yang mengenakan gaun ringan sepanjang mata kaki dan jubah untuk perjalanan, sedikit terkejut ketika tiba di depan alun-alun istana.

[Liene] "Ini terlalu... berlebihan?"

Sebuah kereta besar sedang menunggu Liene dengan pintu terbuka. Kereta yang seluruh rodanya berwarna hitam tampak kokoh seperti benteng. Delapan kuda penarik kereta juga semuanya hitam. Satu-satunya yang mencolok adalah lambang Arsak yang dihiasi daun emas di sisi dan belakang kereta.

Dua bendera tergantung di kedua sisi kursi kusir. Salah satunya adalah bendera keluarga Arsak, dan satunya lagi adalah bendera hitam polos tanpa motif apa pun. Bendera yang hanya berupa kain hitam, maknanya tidak sesederhana penampilannya. Itu bendera Tiwakan yang telah terukir di benua selama 10 tahun.

Dua puluh lima orang Tiwakan—dua belas di depan dan tiga belas di belakang—menunggu di atas kuda. Ini pertama kalinya Liene melihat mereka mengenakan baju besi hitam lengkap Tiwakan. Bahkan ketika Liene menyaksikan pertempuran dari jauh, ia belum pernah melihat Tiwakan berbaris seperti ini.

[Liene] "Apakah ini tidak terlalu berlebihan..."

Alun-alun penuh sesak. Bukan karena ruangnya sempit, melainkan karena suasana yang mencekam. Liene merasa seolah-olah sedang berjalan di antara tombak yang terasah tajam, bukan di antara manusia. Liene sekali lagi menyadari betapa kuatnya keberadaan Tiwakan di benua.

[Randall] "Apakah ini semua barang bawaan Putri?"

Fermos tetap tinggal di Nauk. Ia memiliki lebih banyak pekerjaan di Nauk daripada di Kerajaan Sharka. Randall adalah orang yang menggantikan Fermos sebagai wakil komandan untuk perjalanan ini.

[Klima] "Uh, ya. Benar. Saya akan memindahkannya ke kereta."

Klima, yang datang bersama Liene dari kamar tidur, berkata.

[Randall] "Tidak. Jangan pindahkan. Mulai sekarang, tugasmu adalah untuk selalu berada di sisi Putri. Jangan pernah bergerak untuk pekerjaan yang tidak perlu."

Ada alasan untuk suasana mencekam yang terasa. Black, termasuk para Tiwakan, sudah bersiap-siap sepenuhnya.

[Klima] "Uh, ya. Ya, saya akan melakukannya."

Klima juga menjadi sangat waspada. Ia sudah membelalakkan matanya dan mengamati sekeliling.

...Ini berlebihan.

[Liene] "Lord Tiwakan ada di mana?"

[Klima] "Dia bilang dia akan menemui wakil komandan sebentar... Ah, dia sudah datang."

Black, yang melihat Liene, mempercepat langkahnya dan mendekat. Black tidak mengenakan baju besi. Namun, pakaian yang warnanya serasi yang secara aneh membuatnya terlihat menyatu dengan Tiwakan lainnya. Dan hari ini, dia juga tampan luar biasa.

Black mengulurkan lengannya, dan Liene secara alami mengaitkan lengannya sambil berbisik ke telinga Black.

[Liene] "Terlalu berlebihan, kan? Rombongan kita lebih banyak dari yang aku kira."

[Black] "Karena aku tidak pergi sendirian. Meskipun begitu, aku sudah mengurangi banyak orang."

[Liene] "Apakah merepotkan karena aku ikut?"

[Black] "Bukan, tapi menjadi lebih ringan karena Putri."

[Liene] "...Aku tidak mengerti apa maksudmu."

[Black] "Ketika aku berpikir untuk meninggalkanmu, hatiku terasa sangat berat sampai aku ragu apakah aku bisa pergi."

Black, yang sudah sampai di depan kereta, mengangkat pinggang Liene sedikit untuk membantunya masuk ke dalam kereta.

Interior kereta, yang terlihat sederhana dari luar tetapi sebenarnya mewah, berbeda dari penampilan luarnya yang tanpa hiasan. Ini pertama kalinya Liene melihat kereta yang memiliki sandaran kaki empuk agar bisa meletakkan kakinya tanpa sepatu.

[Liene] "Kereta ini agak aneh. Sangat besar, tapi sepertinya tidak bisa dinaiki banyak orang."

Black duduk di sebelahnya dan melepaskan sepatu Liene.

[Black] "Aku sengaja membuatnya seperti ini. Karena aku tidak berpikir kita akan membawa orang lain masuk."

Dia tidak mengatakan mereka tidak akan membawa orang lain masuk, tetapi dia tidak akan membiarkan orang lain ikut masuk.

[Black] "Istirahatlah dengan nyaman karena perjalanan kita jauh."

Black melonggarkan posisi mereka dan berkata.

[Liene] "Aku bahkan bisa tidur di sini."

[Black] "Bisa. Aku menyuruh mereka membuatnya dengan usaha keras."

[Liene] "Apakah kau sengaja membuat kereta baru? Sepertinya kita juga menaiki kereta baru saat pernikahan."

[Black] "Aku membuatnya pada saat yang sama. Kereta pernikahan hanya untuk perjalanan jarak dekat setelah mengganti dekorasinya."

[Liene] "Ah, kau boros sekali."

Liene tertawa dan menyandarkan kepalanya di bahu Black.

[Liene] "Kereta ini terlalu nyaman sehingga keteganganku hilang. Rasanya seperti pergi berlibur."

[Black] "Aku harap bisa menjadi seperti liburan."

Saat mereka bertukar kata, Randall mendekat ke samping kereta.

[Randall] "Persiapan sudah selesai. Kita berangkat sekarang?"

[Black] "Ya."

TAK-TAK-TAK.

Terdengar suara Tiwakan di depan menggerakkan kuda. Jantung Liene mulai berdebar mengikuti irama suara itu. Liene mengaitkan jari-jarinya ke tangan Black.

[Liene] "Pastikan kita kembali bersama cincin."

[Black] "Itu yang akan terjadi."

Sesaat kemudian, kereta yang dinaiki Liene bergerak. Liene meninggalkan senyum lebar seperti ekor yang panjang kepada Nyonya Flambard dan para pekerja lain yang melambaikan tangan ke arah kereta sambil sibuk menyeka air mata di pintu masuk alun-alun.

Seolah mereka tahu, meskipun masih pagi, orang-orang berkumpul di sepanjang jalan menuju perbatasan untuk mengucapkan selamat jalan. Itu semua adalah alasan mengapa Liene harus berada di Nauk.


A Barbaric Proposal Chapter 112: Liene dan Black menghabiskan sisa waktu mereka sebelum keberangkatan dengan bermesraan, di mana Black mengungkapkan rasa rindunya pada Liene bahkan sebelum mereka berpisah. Saat persiapan keberangkatan, Liene menenangkan Nyonya Flambard yang khawatir dengan meyakinkannya bahwa ini adalah urusan paling penting sejak ia menjadi Ratu. Akhirnya, Black dan Liene berangkat menuju Kerajaan Sharka. Baca light novel & web novel korea terjemahan indonesia.

JANGAN REPOST DI MANA PUN!!!


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
bottom of page